Transportasi Anak Sekolah, Tidak Pernah Murah dan Mudah

stnonline.com

Setiap tahun ajaran baru, orang tua biasanya sibuk bukan hanya dengan daftar ulang, beli seragam, atau persiapan buku pelajaran. Ada satu urusan yang kadang bikin kening berkerut lebih lama, yaitu transportasi anak sekolah. Mau naik apa anak setiap hari? Siapa yang antar? Aman nggak? Mahal nggak? Pertanyaan-pertanyaan sederhana ini ternyata bisa berdampak besar pada rutinitas keluarga.

Yes, transportasi anak ke sekolah bisa jadi hidden cost dari biaya sekolah yang sudah pernah saya tulis di postingan sebelumnya. 

Bagi sebagian keluarga (dan mungkin sebagian besar setuju), mengantar anak sekolah pakai kendaraan pribadi adalah pilihan paling aman. Tapi, di tengah biaya hidup yang makin tinggi dan jalanan yang makin macet, keputusan soal transportasi jadi kompromi antara efisiensi, kenyamanan, dan… dompet.

Aneka Transportasi Anak Sekolah 

Ada beberapa moda transportasi anak pergi ke sekolah, dari pengalaman saya, kurang lebih dan perkiraan biaya saya bagikan di tulisan ini. 

Ojek online  

Ini pilihan paling praktis dari teknologi yang dihadirkan untuk menjawab tantangan zaman. Ke mana saja hayuk. Baik anak maupun orang tua bisa melakukan pemesanan transportasi. 

Tipsnya, akan lebih aman dan nyaman untuk anak mulai kelas 4 karena sudah bisa dikasih tahu soal penjemputan oleh ojol, mitigasi kalau ada apa-apa di jalan, dan sudah paham bagaimana cara ojol bekerja. 

Dari segi biaya, memang lebih tinggi. Misalnya, untuk anak yang setiap hari naik ojek online, katakanlah tarif rata-rata Rp15.000 sekali jalan, berarti Rp30.000 pulang pergi. Dalam sebulan (20 hari sekolah), totalnya bisa Rp600.000. Kalau punya dua anak, tinggal dikali dua. Belum lagi kalau sekolahnya agak jauh, tarifnya bisa lebih tinggi.

Jasa antar jemput 

Alternatif jika kita belum percaya ojol, ada jasa antar-jemput sekolah. Biayanya bervariasi, tergantung jarak dan kota, tapi umumnya berkisar Rp400.000–Rp1.000.000 per bulan. Bisa jadi terasa lebih mahal daripada ojek online (karena tidak ada promo diskon atau potongan harga jika hari sekolah tidak sampai 20 hari). 

Jasa antar jemput biasanya menggunakan mobil SUV dengan isi banyak anak di dalamnya. Cukup lama saya memakai moda transportasi ini dari sejak anak sekolah playgroup. Relatif aman, tenang, anak juga bisa tidur di jalan. Minusnya yaaa, pembayaran full dan tiba di rumah sedikit lebih lama karena harus muter-muter antar rumah ke rumah. 

Kendaraan pribadi 

Ini tentu saja pilihan paling aman dan nyaman. Mau pakai motor atau mobil, pulang pergi berasama orang tua tentu keinginan ideal banyak keluarga. Tapi, tidak semua orang tua punya waktu, kendaraan, atau tenaga untuk melakukan itu setiap hari, terutama yang bekerja penuh waktu.

Bagi yang punya kendaraan sendiri, bensin juga bukan tanpa biaya. Ambil contoh motor: kalau jarak rumah-sekolah 5 km, berarti 10 km pulang pergi. Dalam sebulan bisa lebih dari 200 km. Bensin, parkir, perawatan kendaraan—semua harus masuk hitungan. Jadi, jangan heran kalau ada orang tua yang merasa urusan transportasi bisa menguras kantong hampir sama (atau justru lebih besar) dengan SPP.

Peran Orang Tua: Lebih dari Sekadar Mengantar

Transportasi anak sekolah sebenarnya juga bicara soal peran orang tua dalam membentuk kebiasaan. Mengajarkan anak naik transportasi umum dengan benar, misalnya, bisa jadi bekal kemandirian. Anak belajar cara membayar tiket, menjaga barang bawaan, dan menjaga diri di ruang publik.

Di sisi lain, ada orang tua yang memilih tetap mengantar sendiri meski repot, dengan alasan keamanan dan bonding. Waktu perjalanan jadi momen ngobrol, mendengarkan cerita anak, atau bahkan latihan spelling bee dadakan sebelum ujian. Dari situ terlihat bahwa transportasi bukan sekadar urusan logistik, tapi juga ruang membangun hubungan emosional.

Peran orang tua juga termasuk mengedukasi anak tentang aturan berkendara. Hal sesederhana selalu pakai helm, duduk dengan benar di mobil, atau menunggu di halte dengan tertib bisa jadi kebiasaan baik yang dibawa sampai dewasa.

Menghitung Uang Transportasi 

Menurut Mommies Daily, idealnya biaya transportasi anak—termasuk uang ojek, bensin, atau antar-jemput—tidak melebihi 2% dari gaji orang tua per bulan. Kalau gaji Rp10 juta, berarti maksimal Rp200.000 per bulan.

Sementara itu, data BPS tahun 2023/2024 menunjukkan bahwa untuk siswa SMA/SMK, sekitar 22,11% dari total pengeluaran pendidikan digunakan untuk transportasi. Ini memperlihatkan bahwa ongkos berangkat ke sekolah adalah porsi yang signifikan.

Contoh sederhana: jika anak sekolah naik ojek online—katakan Rp15.000 sekali jalan—maka PP biaya per hari Rp30.000; dalam sebulan (20 hari), total Rp600.000. Jauh di atas batas ideal kalau gaji bulanan dianggap normal.

Saat Transportasi Jadi Ruang Belajar (dan Bonding)

Memilih moda transportasi bukan cuma keputusan logistik, tapi juga pilihan edukatif:

  • Kendarai mobil sendiri: memberi kesempatan ngobrol pagi—tentang tugas sekolah, cerita teman, atau bocoran soal ulangan mendadak. Waktu berkendara jadi micro-bonding yang priceless.

  • Naik transportasi umum atau antar jemput: justru memberi ruang anak belajar mandiri. Mereka tahu cara bayar, jaga barang, bersabar saat antre halte, hingga cari teman perjalanan—keterampilan hidup yang tak ternilai.

Orang tua juga punya peran proaktif: memastikan helm, sabuk pengaman, atau kondisi kendaraan aman; menanamkan pentingnya tertib tunggu halte; hingga memberi rambu "cek helm dulu, baru jalan".

Transportasi Sebagai Cerminan Tantangan Hidup di Kota

Kalau ditarik lebih jauh, urusan transportasi anak sekolah juga mencerminkan masalah kota: kemacetan, minimnya transportasi publik yang ramah anak, sampai jarak antara sekolah dan tempat tinggal yang semakin jauh. Tidak heran kalau banyak orang tua akhirnya merasa “dipaksa” mengeluarkan biaya ekstra atau tenaga lebih demi memastikan anak bisa belajar dengan tenang.

Di beberapa negara, pemerintah menyediakan bus sekolah gratis dengan standar keamanan ketat. Anak-anak bisa berangkat sekolah bersama teman, orang tua tidak perlu pusing ongkos, dan jalanan pun lebih tertib. Mungkin suatu hari nanti Indonesia bisa punya sistem seperti itu, yang membuat transportasi anak sekolah tidak lagi menjadi beban besar bagi keluarga.

Transportasi anak sekolah memang terdengar sepele, tapi kenyataannya ini adalah puzzle harian yang harus disusun dengan penuh pertimbangan. Ada biaya yang harus diatur, ada keamanan yang tidak bisa ditawar, dan ada peran orang tua yang jauh lebih penting daripada sekadar “ngantar-jemput.”

Pada akhirnya, setiap keluarga punya pilihan yang berbeda, sesuai kondisi dan prioritas masing-masing. Yang jelas, apa pun moda transportasi yang dipilih, orang tua tetap memegang kunci: memastikan anak berangkat dengan aman, pulang dengan selamat, dan belajar banyak hal dari perjalanan itu sendiri.

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url