Dini Hari di Masjid Jogokariyan

Bagi teman-teman yang suka menyimak kajian Islam pasti sudah familiar banget begitu dengar nama Masjid Jogokariyan. Masjid dengan nama yang sangat melokal, bahkan bukan bahasa Arab seperti biasanya, tapi namanya kesohor sebagai masjid panutan di Indonesia.

Yes, Masjid Jogokariyan terkenal karena memiliki program unik yaitu mengusahakan saldo infaknya nol rupiah. Di mana artinya, dana infak dipergunakan dengan maksimal, bukan digaungkan memiliki saldo menumpuk tapi justru menimbulkan pertanyaan kenapa hanya ditimbun, bukan digunakan?

Dari pantauan sosial media, masjid ini juga selalu ramai dengan jamaah sejak Subuh. Jangan ditanya lagi kalau ada acara Ramadhan atau kajian, foto-foto yang tersebar menunjukkan antusiasme jamaah sampai luber-luber ke badan jalan yang tidak lebar itu.

Keistimewaan lainnya adalah konon masjid ini selalu terbuka 24 jam untuk siapa saja yang membutuhkannya. Termasuk para musafir yang memerlukan tempat istirahat atau bermalam. Kalau menemui masjid-masjid yang gembokan setelah Isya atau hanya ramai saat waktu sholat sih udah biasa ya, nah ini kok bisa ramai terus 24 jam?

Karena hal-hal di atas itulah, saya niatkan ingin sekali mampir di Masjid Jogokariyan apabila ada kesempatan sedang berkunjung ke Yogyakarta.

nginep di masjid jogokariyan

Lokasi Masjid Jogokariyan

Masjid Jogokariyan (ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀ꦗꦒꦏꦂꦪꦤ꧀) terletak di Jalan Jogokaryan, kecamatan Mantrijeron, D.I Yogyakarta. Kalau lihat di Gmaps, jalan ini bukanlah jalan protokol atau jalan besar yang dilewati banyak kendaraan antar kota.

Sebagaimana pihak masjid selalu mengklaim, masjid ini hanyalah masjid kampung biasa yang berada di tengah-tengah pemukiman penduduk. Ya memang nyatanya begitu. Jalan Jogokariyan lebarnya mungkin hanya 3-4 meter yang dilewati kendaraan dua arah. Sama seperti kebanyakan jalan pemukiman di Indonesia, sepanjang jalan ini pun terdapat gang-gang kecil yang dipadati rumah-rumah warga.

Barulah saat keluar Jalan Jogokaryan, ketemu dengan Jalan Parangtritis yang memanjang ke selatan sampai kabupaten Bantul lalu ke pantai Parangtritis.

Menuju Masjid Jogokariyan


masjid Jogokariyan

Akhir tahun, saya punya kesempatan solo trip buat pelatihan Wikimedia Indonesia ke Jogja. Karena Sabtu pagi harus sudah ada di venue daerah Sleman, maka saya harus berangkat Jumat malam dari Malang.

Satu-satunya waktu yang memungkinkan adalah perjalanan malam naik kereta Kertanegara/Malabar, atau naik bus/travel. Nah, karena diniatkan buat bisa mampir ke Jogokariyan, saya putuskan buat naik bus Rosalia Indah dari Malang ke Yogyakarta dengan drop point di pool Rosalia Indah di ringroad selatan (posisi ke masjid lebih dekat dari sini ketimbang dari Stasiun Tugu). 

Berangkat jam 7.30 dari Malang, sampai pool bus jam 2 pagi. Dengan suasana hiruk pikuk penjemputan, saya duduk di emperan kantor, melihat-lihat situasi.

Sudah pernah tanya ke teman-teman, katanya kalau ojek online masih suka ada jam segitu atau setidaknya tunggu sebentar sudah banyak transport yang lalu lalang.

Lalu kapan hari saya sempat Whatsapp juga nomor kontak Jogokariyan dan menanyakan transportasi termudah menuju masjid dari pool sini. Dijawab bahwa masih suka ada ojek biasa mangkal di situ. Dan benar adanya… ojek-ojek lokal standby di depan seakan mereka sudah hapal jadwal kedatangan bus antar kota setiap harinya.

“Ke Jogokariyan, yo, Pak.” Saya mendekati salah satu ojek yang lagi ngetem. 
Setelah berbincang-bincang, bapak ojek sempat bertanya kembali, “ndak langsung ke Sleman aja? dekat kok, rumah saya juga arah Sleman.”
“Mboten, Pak, mau singgah dulu sekalian nunggu subuh.”

Akhirnya kami sepakat ngojek dengan tarif 15 ribu. Mungkin agak kemahalan untuk jarak yang hanya 2 kilometeran saja. Tapi namanya di kota orang yekaan, lagi pula saya butuh transportnya ya cari mudahnya saja.

Dini hari yang cukup dingin dengan semilir angin di atas ojek cukup menghilangkan rasa kantuk karena excited ingin segera sampai. Sepanjang jalan Jogokaryan tidak terlalu sepi, juga jalanan cukup terang karena lampu-lampu yang berasal dari rumah penduduk.

Dini Hari di Masjid Jogokariyan

Sungguhlah saya pingin banget merekam dari mulai kedatangan sampai di tempatnya ala-ala a day in my life gitu, tapi kok rasanya tidak menikmati moment kalau saya cekrak-cekrek terus, hihihi.

Begitu sampai di masjid, saya langsung terpikat pada ‘hidupnya’ masjid ini. Masjidnya terang. Tidak ada pagar bergembok. Kendati pun situasi masjid sedang lengang, ada petugas keamanan yang sedang cangkruk bersama warga lain.

“Mau izin ikut istirahat, Pak,” saya bilang.
“Silakan, di lantai 3 saja lebih enak…naik dari tangga sebelah situ,” katanya sambil menunjukkan arah tangga di pojokan.

Saya nggak nyangka sih semudah ini mau numpang istirahat di Masjid Jogokariyan. Kirain bakal ditanya-tanya dulu, pendataan, atau perlu alasan tertentu gitu. Nyatanya ya tinggal bilang saja. 

Ada sepasang suami istri yang berbarengan datang dengan saya, tapi kayanya dia sengaja datang untuk menghadiri kajian. Sepintas saya dengar bapaknya bilang "oh, ada jadwal-jadwalnya sendiri ..."  

Aslinya saya masih ingin lihat-lihat di lantai bawah yang terdiri dari pelataran kosong, di mana di sisinya terdapat ruangan-ruangan kecil tempat pengurus masjid, unit usaha, dan toilet di ujungnya. Rupanya ini toilet yang kapan hari ada di reels, bahwa tiap satu kamar toilet punya penanggung jawab kebersihannya masing-masing.

suasana jam 2 pagi

masjid jogokariyan
pelataran utama masjid

Di sebelah kanan menuju tangga naik, ada ruangan sholat beralas karpet dan mimbarnya. Nggak besar, tapi cukup. Nggak ada juga pilar-pilar besar megah bertabur ukiran di antaranya. Interior dominan kayu, hangat dan bersahaja.

menginap di masjid jogokariyan

Naik ke lantai dua, ada ibu dan dua anak sedang tertidur di pojokan beralas tikar bambu. Dari tas-tas yang dibawanya, sepertinya mereka musafir juga seperti saya.

Di lantai tiga, ruangannya los kosong, lantainya juga sudah full berkarpet. Nggak ada orang lagi selain saya di situ. Hanya ada kipas angin besar nempel di tembok, beberapa karpet yang digulung, dan tumpukan meja-meja yang biasa dipakai ngaji.

Rupanya lantai tiga ini satu level dengan balkon di mana terdapat kubah masjid, dan saya bisa lihat pemandangan dari atas sini. Ada beberapa keran wudhu di luar, tapi ada juga deretan kamar mandi di pojok kanan. Kamar mandinya bersih, harum, dan air mengalir berlimpah.

Penginapan di Masjid Jogokariyan

Lantai tiga ini juga nyambung dengan bangunan ekstensi guest house yang terlihat rapi dan baru. Karena kuatir mengganggu kenyamanan pengunjung, saya hanya berjalan-jalan sekilas di terasnya sambil melihat-lihat ke bawah.

penginapan masjid jogokariyan
Penginapan di Masjid Jogokariyan

Menurut informasi di situs Masjid Jogokariyan begini;
Masjid Jogokariyan mempunyai 11 kamar penginapan yang nyaman di lantai 3 Islamic Center Masjid Jogokariyan. Tersedia 10 kamar yang dilengkapi TV, kamar mandi dalam, dan AC di tiap kamarnya.

Tetapi bagi yang menginginkan fasilitas lebih, disediakan satu kamar VIP dengan fasilitas single bed, kamar mandi dengan air hangat, bathtub, AC dan TV.

Harga yang ditawarkan sangat terjangkau yaitu sekitar 150-250 rb/hari untuk kamar reguler – VIP. Lingkungan di penginapan sangat kondusif jika memang berniat mencari penginapan yang syar’i. Jika ingin beribadah tidak usah jauh-jauh karena bisa langsung turun satu lantai untuk menuju masjid. Atau di sebelah penginapan juga disediakan aula jika ingin menggunakannya untuk beribadah di malam hari.

Selain itu, di lantai 2 Masjid Jogokariyan juga menyediakan aula khusus pertemuan dan serbaguna untuk para jamaah yang ingin menggunakan untuk berbagai acara misal seminar, manajemen masjid dll. Aula dapat menampung sekitar 250 orang dan full AC. Sekedar informasi kisaran biaya sewa untuk aula sekitar 750rb/8 jam.

Subuh di Masjid Jogokariyan


Sudah lewat satu jam saya terjaga karena antusias. Lumayan ada waktu 1 jam lagi sebelum adzan subuh. Saya berbenah tas untuk dijadikan bantal dan tidur berselimut jaket.

4.22 waktu subuh bagian Yogyakarta, suasana masjid mulai riuh sejak azan dikumandangkan. Saya masih agak kriyep-kriyep. Yang biasanya rewel kalau cuma bisa tidur satu jam, kali ini gercep buka mata dan langsung lihat-lihat ke luar. Ada untungnya juga tidur cuma pakai selimut jaket, nggak kebablasan narik selimut lagi pas subuh.... 

Jalanan depan masjid mulai ramai orang yang bersiap sholat subuh, gemericik air keran terdengar di mana-mana, syahdu sekali…rasanya pingin meluk kubah berwarna hijau tosca itu, kangeenn banget dengan suasana kampung yang beginiii.

Saya bebersih di kamar mandi sekaligus ambil wudhu, pakai mukena, lalu turun ke lantai bawah untuk sholat. Di lantai 2 rupanya sudah ada remaja-remaja yang berkumpul, entah mau ngapain. Saya turun lagi ke lantai 1 tempat ibu-ibu sholat dan menempati shaf bersama warga sekitar.

Habis sholat seperti biasa ada pengumuman-pengumuman dari DKM masjid, tapi saya nggak gitu perhatikan isinya apa karena keburu terkesima dengan penuhnya jamaah subuh di sini. Betul-betul membludak sampai pelataran. Mau motret-motret kok sungkan, kelihatan banget turisnya, haha.

Habis itu saya naik lagi ke lantai dua, dan rupanya remaja-remaja tadi memang sengaja berkumpul untuk mendapat mentoring dari Ust Salim A. Fillah tentang manajemen masjid.

ustad Salim A. Fillah

Saya juga kurang tahu remaja masjid ini dari mana. Karena saya jauh di belakang, hanya sekilas terdengar ustadz bilang, “adik-adik mungkin ada yang mengira masjid kami seperti bagaimana, nyatanya masjid kami ini hanya sekelas masjid kampung, ya beginilah adanya…”

Beruntung banget adik-adik remaja masjid ini bisa berguru langsung nimba pengalaman. Ada banyak ilmu betebaran untuk direguk, ada lingkungan yang sangat baik untuk membentuk diri jadi insan yang sholeh dan beradab. 

Fajar sudah mulai menyingsing, saya naik lagi ke lantai 3 untuk berkemas dan bersiap. Saya memang nggak niat mandi di sini, cuma mau tidur sebentar dan keliling-keliling. Tengok lagi dari lantai atas, jalanan depan masjid sudah sangat ramai sama pengunjung, jamaah, dan gerobak-gerobak dagangan.

Buru-buru saya turun ke bawah supaya sempat sarapan dulu. Rupanya di bawah ada banyak kegiatan warga. Ada bapak-bapak yang berkumpul menikmati kopi hangat dan polo pendem, ada yang melingkar mendengar tausiyah, ada pengurus masjid yang sedang berdiskusi, dan aneka aktivitas perniagaan di sepanjang jalan.

suasana pasca sholat subuh

Bahkan bus-bus pariwisata sudah pada anteng parkir di lapangan, terlihat dari ibu-ibu berpakaian seragam sedang foto-foto di seluruh penjuru pelataran masjid. Bakul oleh-oleh pun ikut mengais rezeki di sekitar parkiran, mulai kaos JOGJA, gantungan kunci, sampai bakpia-bakpiaan.

Jalan Jogokaryan

Waktu masih belum jam 6, saya duduk-duduk di bakul nasi kuning seberang masjid persis. Sengaja pilih di situ supaya masih bisa lihat-lihat kegiatan masjid, dan kembali melihat ust Salim sedang bercengkrama dengan para jamaah. Sepertinya ada pengunjung yang mengusulkan adanya QR code untuk infaq supaya memudahkan, dan dijawab oleh pengurus masjid bahwa barcode sudah tersedia bagi yang membutuhkan.

Masyaallah, andai ukhuwah selalu terjaga sehangat ini, semua aspek di masyarakat terbantukan karena adanya masjid. Masjid tidak eksklusif. Kebutuhan rohani, sosial masyarakat, dan roda perekonomian semua terakomodasi.


Sedikit-sedikit saya mengobrol dengan ibu penjual naskun sambil menyeruput teh jahe gratis. Pedagang di sebelah juga menyapa, bertanya saya dari mana dan tujuannya mau ke mana. Ingin rasanya cobain semua makanan di situ tapi baru ingat bawa uang cash di dompet hanya 50 ribu, hahaha. 

Meski nasi kuning di tangan sudah habis, saya masih betah berlama-lama mengamati suasana pagi itu. Pingin nangis banget dengan semua kesederhanaan ini. Masjid tidaklah perlu berdiri angkuh dengan kemegahannya. Biar dikata rumah Allah, tapi sebagaimana di zaman Rasulullah, masjid adalah pusat kegiatan umat dan senantiasa menjaga umatnya agar hatinya selalu dekat dengan masjid. 

Persinggahan 4 jam yang sangat berkesan buat saya, menikmati indahnya persaudaraan, kehangatan, dan kebersahajaan. 

Jam 6.30, saya memencet tombol-tombol tujuan dengan Grab bike untuk melanjutkan perjalanan. Abang driver yang datang pun kepo, "habis nginep di situ ya, Mbak? Bayar nggak itu?" 

Alhamdulillah, mission accomplished. Semoga Allah mudahkan jalan untuk kembali mampir ke sini bersama keluarga. 
Next Post Previous Post
27 Comments
  • Munasyaroh
    Munasyaroh 7 Maret 2023 pukul 20.56

    Kalau prinsip saldo infak harus nol ini sama dengan Masjid Namira di Lamongan. Disini juga jadi jujugan opara musafir. Mungkin bedanya gak ada penginapan seperti di Masjid Jogokarian

    • Rella Sha
      Rella Sha 8 Maret 2023 pukul 10.37

      Alhamdulillah tambah banyak masjid begini, welcome dengan pengunjung dan dana umat digunakan untuk sebaik-baiknya

  • Reyne Raea
    Reyne Raea 8 Maret 2023 pukul 08.31

    Kemaren dong, saya bela-belain wajib mampir di masjid ini, saking saya penasaran banget.
    Jadinya pas ke Jogja, dan kejebak macet menjelang magrib, tetep aja dibelain datang ke sini.
    Dan ternyata nggak rugi, suka banget dengan ambience yang hangat dari masjid ini :)

    • Rella Sha
      Rella Sha 8 Maret 2023 pukul 10.36

      iyaa, betul nggak rugi yaa... seneng banget bisa mampir ke sini malah pengen lagi

  • Ulfi
    Ulfi 8 Maret 2023 pukul 12.45

    MasyaAllah beruntung banget... aku juga pertama tau emang dr dengerin Ust Salim di yutup.. cuman pas kesan siang hari jadi ramee pooolll

  • sarrahgita
    sarrahgita 8 Maret 2023 pukul 20.23

    wih pengalaman 4 jam yang seru banget nih. jujur saya jadi tertarik juga pengen berkunjung ke masjid Jogokariyan ini. bertambah lagi nih bucketlist tempat untuk dikunjungi kalo k Jogja. Suasananya itu lho, nyaman dan hangat kelihatannya. dan saya baru tau ada penginapan di area masjid seperti ini

    • Rella Sha
      Rella Sha 14 Maret 2023 pukul 20.42

      iya teh, wajib mampir sih buat ngerasain ademnya suasana ukhuwah

  • iluvtari
    iluvtari 9 Maret 2023 pukul 09.24

    masyaallah ... dari dulu emang pingin banget bisa ke masjid ini. kesannya ramah tapi profesional. gak kayak bbrp masjid yg kutemui, sekalinya bagus ada aja org sangar yg sok2 itu masjid punya dia. sekalinya ramah, baru sampe dpn toilet baunya sdh bikin nangis

  • Fitri | Matchadreamy.com
    Fitri | Matchadreamy.com 11 Maret 2023 pukul 13.40

    Kebetulan bgt aku lg kepengen mampir ke Jogokariyan pas ke Jogja lebaran nanti. Baru tahu jg klo ternyata ada penginapannya ya mbak. Kira2 klo pas libur lebaran bakal full gak ya penginapannya? Btw nice article mbak, terima kasih.

  • Endah Kurnia Wirawati
    Endah Kurnia Wirawati 13 Maret 2023 pukul 00.55

    Masjid Jogokariyan ini memang punya filosofi yang bagus ya. Bahkan tim pengurus masjid di komplek perumahan saya pun studi banding ke masjid Jogokariyan ini demi bisa melihat dan mengadopsi bentuk masjid yang ramah dengan pengunjung dari mana pun ini.

  • Keke Naima
    Keke Naima 13 Maret 2023 pukul 16.30

    Rendah hati sekali ustadznya ketika bilang 'masjid kampung'. Menurut saya, gambaran Islamic Centre, salah satunya memang seperti di Masjid Jogokariyan.

    Masjid tidak hanya dipakai untuk shalat. Tapi, di sekelilingnya pun hidup. Ada pernginapan, perekonomian yang berputar, dll. Gak heran ya Masjid Jogokariyan selalu ramai. MasyaAllah.

    • Rella Sha
      Rella Sha 14 Maret 2023 pukul 20.43

      Bener, Mbak. Masjid yang berfungsi sebagaimana seharusnya masjid ya... senang sekali dan semoga tambah banyak masjid dengan karakter begini.

  • Karunia Sylviany Sambas
    Karunia Sylviany Sambas 13 Maret 2023 pukul 23.55

    Masyaallah. Semoga nanti dierikan kemudahan untuk berkujung ke Masjid Jogokariyan. Pernah ke Jogja dalam rentang waktu sempit, jadi belum bisa banyak eksplor

  • Catatan Langkah Pemenang
    Catatan Langkah Pemenang 14 Maret 2023 pukul 05.59

    Wah info menarik, mbak tentang Masjid Jogokariyan. Masjid yang ramah, 24 jam, dan bisa untuk persinggahan sejenak. Saya juga senang kalau perjalanan ke suatu daerah mampir ke suatu Masjid dan menikmati keindahan dan keunikannya. Suatu saat mampir di Jogokariyan. Makasih, mbak yuni!

    • Rella Sha
      Rella Sha 14 Maret 2023 pukul 20.44

      Sama-sama. Tapi nama saya bukan Yuni, Kak, hahaha

  • Indri
    Indri 14 Maret 2023 pukul 06.25

    Rekomen banget nih untuk wisata religi saat pergi ke Jogjakarta, masjidnya megah dan bagus dengan segala keunikannya seperti kotak amal itu

  • Rahmah 'Suka Nulis' Chemist
    Rahmah 'Suka Nulis' Chemist 14 Maret 2023 pukul 09.57

    Masjidnya megah ya
    Bikin senang deh jadinya kalau bisa shalat di sana
    Semoga bisa keturutan ajak anak anak ibadah di sana

  • Cindi
    Cindi 14 Maret 2023 pukul 10.46

    Nemu tulisan Mba ini auto nostalgia, dulu jaman kuliah di Jogja, Masjid Jogokariyan ini rasanya jadi tempat refreshing terbaik..hehehe. Pun saya juga baru tahu kalau di Masjid Jogokariyan juga ada penginapan. Kapan-kapan pengen nyoba juga deh.. ^^

  • Hallowulandari
    Hallowulandari 14 Maret 2023 pukul 12.40

    masjidnya rame yaa, dan jadi kaya wisata religi ya mbak, aku baru tau sih. Klo jadi tempat kajian fasilitasnya udh memadai banget yaa, ada penginapan nya juga

  • Deeva Collection
    Deeva Collection 14 Maret 2023 pukul 14.16

    Kalau melihat bagaimana sejarahnya, ini masjid memang patut dijadikan percontohan, belum lagi manajemen masjidnya yang luar biasa, programnya yang mampu membangkitkan perekonomian membuat saya terkagum saat berkunjung dan mengobrol dengan pengurus. Apalagi ga sengaja saat di sana ketemu Ustad Salim Afillah

  • lendyagassi
    lendyagassi 14 Maret 2023 pukul 16.17

    Aku juga gak bakat bikin-bikin video, heuheuu..
    Padahal lumayan ya.. buat kenang-kenangan.

    Tapi lebih memilih menuliskannya di blog seperti ini, sungguh menjadi kemudahan bagi siapa saja yang sedang safar dan bingung akan beristirahat dimana ketika menjejak di Jogja.

    Fungsi masjid Jogokariyan bener-bener sangat bermanfaat dan mengayomi warga sekitar dan warga pendatang.
    MashaAllah~
    Tabarakallahu..

  • Maya Siswadi
    Maya Siswadi 14 Maret 2023 pukul 17.00

    Wah luar biasa, andai semua masjid apalagi yg di jalur Pantura seperti ini ya. Ada penginapan pula murah meriah, keren nih konsepnya

  • Isa Asmaul K.
    Isa Asmaul K. 30 Agustus 2023 pukul 10.14

    mbak maaf, tanya, untuk penginapan gratisnya ramah buat perempuan ndak ya?

    • Rella Sha
      Rella Sha 30 Agustus 2023 pukul 15.35

      Tentu saja, Mbak. Saya tidur sendirian di lantai 3, aman.
      Di sana tidak ada apa-apa, jadi saran saya bawa selimut, jaket atau apa pun untuk lebih nyaman.

  • Anonim
    Anonim 19 November 2023 pukul 20.12

    Utk barang barang bawaan aman ga bu

    • Rella Sha
      Rella Sha 21 November 2023 pukul 18.26

      Amaan, insyaallah. Bawaan saya hanya travel bag dan backpack. Ini bisa dijadikan bantal. Kebetulan cuma saya sendirian juga di tempat waktu itu, jadi aman bangeettt...

  • Anonim
    Anonim 1 April 2024 pukul 23.45

    Masya Allah.. wahh.. bagus artikelnya mbak. Saya juga sering traveling dan singgah ke masjid2 yg ada di Jawa. Dari pengalaman saya, ada masjid lain yg juga terinspirasi dari Masjid Jogokariyan, namanya Masjid Al Falah di Sragen, Jawa Tengah. Lokasinya gak jauh dari Stasiun Sragen. Di Masjid Al Falah Sragen jg menyediakan tempat menginap utk para musafir yg cukup luas, loker utk menyimpan barang, bahkan disediakan alas tidur walaupun sederhana. Pada saat saya dulu kesana, mayoritas para musafirnya adalah anak2 muda yg hendak naik/pulang dari Gn. Lawu serta bbrp traveller yg kemalaman. Jika ada waktu silahkan mampir mbak. Semoga kelak lebih banyak masjid2 lain di Indonesia yg menerapkan konsep seperti Masjid Jogokariyan dan Masjid Al Falah ini. Aaminnn..

Add Comment
comment url