[Review Film Korea] Cart (2014)


review film korea Cart

Cart (Ka-teu), K-movie lawas bertema isu sosial ini salah satu yang bikin saya berderai air mata sepanjang menontonnya. Lemah banget emang kalo dikasih tema begini, dibanding cinta-cintaan yang sedihnya menye-menye, nonton film kaya ginian tuh semacam ikut sakit hati dan bisa merasakan problematika rakyat jelantah, hadeuh.

Feel-nya kaya waktu nonton Pursuit of Happiness atau Misaeng gitu lah... bukan cuman mengedepankan dramanya, tapi ada isu sosial aktual yang diangkat untuk jadi perhatian penonton.

Review K-Movie CART (2014)

Pemeran : 
Yum Jung-ah as Sun-hee (sekilas mirip banget sama Jang Na Ra versi tua)
Moon Jung-hee as Hye-mi
Kim Young-ae as Madam Soon-rye
Kim Kang-woo as Dong-joon
Do Kyung-soo as Tae-young

Director : Boo Ji-young
Writer :  Kim Kyung-chan
Rilis : 13 November 2014 

Oke, mau ngaku dulu kalau awalnya tertarik nonton film Cart ini karena ada Kyungsoo oppa-ya. Dia juga ikut ngisi OST nya dengan lagu berjudul Crying Out. Lagunya alamaakk, sediiihhh... 

Kabarnya film ini termasuk awal-awal karir aktingnya D.O yang bikin dia mendapatkan Best Rookie Actor di Soompi Awards.


Film yang ditayangkan perdana pada Toronto Music Festival tahun 2014 ini digarap oleh Boo Ji-Young, sutradara yang tersohor keandalannya dalam mengungkapkan isu-isu sosial ke dalam sebuah film. Banyak hasil karyanya yang terpilih mengikuti festival-festival film internasional seperti 

Plot Cerita K-movie Cart 

Cart bercerita tentang peristiwa pemogokan kerja yang dilakukan sekumpulan pekerja kontrak wanita di jaringan supermarket besar, The Mart. Pemogokan ini didasarkan pada suatu alasan yakni pemberhentian sepihak secara tiba-tiba oleh perusahaan terhadap karyawan sebelum masa kontrak mereka habis. Lazimnya kalau sekarang sih disebut efisiensi (duh, it happens in real life!

Para pekerja ini tentu tidak bisa terima begitu saja. 

Adalah Sun Hee, seorang ibu dua anak yang sudah bekerja sebagai kasir selama 5 tahun, harus dihempas kenyataan bahwa promosinya sebagai karyawan tetap sesuai yang dijanjikan perusahaan tidak akan terwujud. Padahal dia sudah berusaha dan bekerja dengan sangat keras. Sun Hee juga punya tanggungan dua orang anak yang membutuhkan biaya, sedangkan suaminya jarang pulang karena bekerja di laut.

Hye Mi, seorang single mother yang juga bertugas di bagian kasir, dengan berani memimpin dan mengajak rekan sesama pekerja kontrak untuk mendirikan serikat pekerja dan memperjuangkan hak-hak mereka yang diabaikan perusahaan. Bersama Sun Hee dan seorang cleaning service senior, mereka didaulat jadi juru bicara perserikatan. 

Bagi para pekerja wanita ini, berstatus kontrak saja sudah membuat ketar ketir setiap kali waktu perpanjangan kontrak habis. Apalagi tak jarang mereka juga mendapat perlakuan tidak cukup baik, semisal bekerja di luar jadwalnya, dipaksa meminta maaf pada pelanggan walau salah (karena slogannya pelanggan adalah raja yang terhormat), belum lagi berbagai makian dari atasan yang harus diterima oleh mereka. 

Berhenti di sini bentar. Mungkin sebagian pembaca kelas menengah ngehe akan berkata "keluar aja lah, ngapain bertahan di situasi yang toxic begitu." 

Hellow milenial serba tanggung! tentu tidak mudah berada di posisi mereka. Persoalan tenaga kerja vs lapangan kerja di mana-mana, di negara maju sekalipun selalu jadi isu sosial yang seksi. 

Pemogokan Kerja 

Gerakan mogok kerja yang dilakukan serikat ini diawali dengan mengokupasi supermarket selama berhari-hari, sampai supermarketnya harus tutup operasional dulu. Mereka nggak pulang-pulang sampai pihak manajemen perusahaan mau menemui mereka setelah berkali-kali gagal diminta bertemu. 

Harapan para pekerja ini simpel saja, manajemen mau membuka negosiasi bagi mereka setidaknya sampai kontrak selesai. Namun nihil, perusahaan malah mengirimkan pasukan polisi anti huru-hara untuk membubarkan kerumunan. 

Aksi unjuk rasa mencapai puncaknya ketika beberapa karyawan tetap yang juga merasakan ketidakadilan perusahaan bergabung dengan serikat pekerja. Dong Joon, salah satu manajer toko bersedia untuk menjadi ketua perserikatan dan berjanji akan sama-sama berjuang sampai akhir. 

review cart kmovie

"Bibi, bisakah tetesan air menembus batu?" - Dong Joon, Manager The Mart

Konflik Sosial dan Keluarga

Kehidupan personal keluarga Sun Hee menjadi yang paling banyak disorot dalam film ini, termasuk permasalahan dengan sulung laki-lakinya yang masih SMA, Tae Young. 

Diceritakan bahwa sebagai abege, Tae Young merasa kecewa pada ibunya karena beberapa hal; yang pertama, ponsel yang dia miliki masih model flip, sementara milik teman-temannya sudah pada pakai model yang terbaru; kedua, kartu makan siang yang tak kunjung terisi saldo; dan yang ketiga, ia terancam nggak bisa ikut fieldtrip sekolah ke pulau Jeju karena ibunya nggak ada biaya, uceett yaahhh....darmawisata aja ke Pulau Jeju TT__TT

K-movie cart (2014)

Awalnya si Tae Young ini rada ngeselin, tipikal abege rebel yang nggak mau ngerti keadaan orang tuanya. Tapi saat dia bekerja paruh waktu di minimarket, ternyata dia juga mengalami ketidakadilan dari sang pemilik minimarket. I love the way Sun Hee membela hak anak laki-lakinya ketika si pemilik minimarket menuntut kerugian toko. Begitu tegas, terasa welas asihnya sebagai ibu tapi tetap menegakkan keadilan. 

Sementara itu.... 
Demonstrasi masih terus berlangsung sampai berganti musim. Aksi dorong mendorong, gusur menggusur, aneka retorika, sampai penyiraman air mewarnai hari-hari para pengunjuk rasa. 

Tenda markas yang mereka dirikan bahkan kembali diobrak-abrik oleh polisi sampai putra Hye Mi yang masih balita harus masuk rumah sakit gara-gara ketiban tiang tenda. Hye Mi pun harus ambil keputusan yang realistis bagi hidupnya. 

Dalam kesempatan lain, ketua serikat juga menjadi terlibat dengan masalah hukum karena terjebak keadaan, tak ada jalan keluar. Ia pun sangat putus asa.  
review k-movie

review k-movie

My View tentang K-Movie Cart 

Himpitan kebutuhan hidup dan idealisme memang seringkali berbenturan jauh melampaui yang terlihat. Makin kita realistis, sesungguhnya makin banyak yang kita korbankan. 

Pada suatu hari, Bapak saya pernah bilang, "nggak perlu ikut-ikut serikat-serikatan, pasti kamu yang bakal rugi. Selamatkan diri dan keluarga kamu aja yang lebih penting." 

Nasehat Bapak terdengar sangat natural dan realistis sih, memang. Beberapa kali jadi bagian dari sebuah perusahaan, isu hak dan kewajiban ini nggak pernah selesai dengan happy ending. Entah siapa yang nggak puas, manajemen kah, pekerja kah... atau semua memang dibuat nggak puas oleh sistem yang tidak berperikeadilan. Yang jelas, aturan apa pun sepertinya tidak bisa menyenangkan semua pihak. 

It hurts to know bahwa yang lebih besar hampir sudah pasti selalu menang. Entah dengan cara menawarkan kompensasi lebih pada para aktivis serikat, memberikan ancaman, atau negosiasi dengan berbagai persyaratan.

Dari sisi filmnya, agak pengin ketawa sih kalo D.O masih cocok meranin anak SMA padahal 2014 umur dia udah 21 tahun. Nggak nyangka sekarang dia sudah pergi wamil *menatap nanar*. Aktingnya di sini masih biasa aja sih, belum bisa dibilang bagus. Gapapa dedek masih belajar yaaah....

D.O Kyungsoo

Menurut saya akan lebih menyentuh lagi kalau konflik antara ibu dan anaknya dipertajam, pasti deh ceritanya tambah kuat dan mengharukan. Rada nggak jelas saat ibu dan anak ini bertengkar malam-malam, apakah situasinya Tae Young habis mencuri barang atau bagaimana. 

Kehadiran teman cewek yang nggak gitu mempengaruhi isi cerita juga rada nggak penting. Mungkin maksudnya mau menggambarkan bahwa situasi ini juga dialami oleh banyak keluarga lain, tidak hanya keluarga Tae Young saja.

Yang saya bingung juga, emang kalau di Korea ayah yang bekerja jauh nggak bisa ngirim uang ke keluarga mereka gitu? Kok sampai anak istrinya bisa kekurangan uang? Kalau di sini kan, biasanyaaa, income kepala keluarga yang bekerja jauh itu rata-rata tinggi, makanya dibela-belain walau mesti LDR dari keluarga.

Satu hal yang pasti menarik, bahwa film ini terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi pada bulan Juli 2007, ketika sejumlah besar pekerja E.Land Mart mendadak dipecat dan mendorong terjadinya mogok kerja selama 510 hari. Lama banget kan itu ya, hampir 2 tahun berunjuk rasa, sampai berganti musim. 

Saya sempat coba cari informasi tentang pemogokan karyawan E-Land Mart tahun 2007 dan menemukan berita ini di Korea Times, juga kalau mau baca referensinya sudah terkumpul di E-Land Strike.

Sebagaimana yang terjadi dalam kejadian nyatanya, ending film ini juga tidak happy maupun sad. Sudah kuduga sih... yang begini-begini memang alot sekali mencapai titik temunya. 

"Despite constant negotiations, the union and management failed to narrow their differences over employment security, salaries, upgrading non-regular workers to regular employees and management's lawsuit against the union." 

Hiks. Always hiks.
Next Post Previous Post
3 Comments
  • Unknown
    Unknown 23 Desember 2020 pukul 23.28

    Recommended...tapi dari review-nya aja udah bikin geregetan

  • jessica naomi
    jessica naomi 13 April 2021 pukul 06.57

    makasih atas rekomennya

  • Yna
    Yna 2 November 2021 pukul 13.25

    Ini ending film nya emang nge gantung gitu ya?

Add Comment
comment url