[Review Buku] George Orwell - Down and Out in Paris and London
George Orwell adalah nama besar dalam dunia sastra dan politik abad ke-20. Kita mengenalnya lewat novel satir Animal Farm (1945) dan distopia kelam 1984 (1949), dua karya yang mengkritik totalitarianisme dan manipulasi kekuasaan.
Namun, jauh sebelum mencapai puncak reputasinya, Orwell yang lahir dengan nama asli Eric Arthur Blair ini, pernah mengalami masa hidup sebagai kaum miskin di Eropa. Pengalaman inilah yang dituangkan dalam buku pertamanya, Down and Out in Paris and London (1933).
Tahun terbitnya buku adalah kunci yang menjelaskan latar belakang tulisan di dalamnya. Buku ini adalah memoar sosial yang memadukan catatan pribadi dengan observasi tajam terhadap struktur sosial di dua kota besar Eropa.
Dengan gaya penulisan yang lugas, Orwell mengajak pembaca menelusuri lorong-lorong kumuh Paris dan jalanan berkabut London, sambil membuka mata bahwa kemiskinan bukan sekadar kondisi ekonomi, melainkan sebuah sistem yang membentuk cara orang dipandang dan diperlakukan.
Paris: Dari Mimpi ke Realitas Dapur Hotel
Bagian awal buku berkisah tentang kehidupan Orwell di Paris. Awalnya, ia masih bisa bertahan dengan sisa tabungan, namun kondisi keuangannya merosot hingga akhirnya ia harus bekerja sebagai plongeur (pencuci piring) di hotel dan restoran.
Pekerjaan ini digambarkannya dengan detail yang melelahkan. Ia harus bekerja berjam-jam tanpa henti, di ruang panas penuh uap, dengan bayaran yang nyaris tak cukup untuk sekadar makan. Paris yang biasanya digambarkan romantis dalam imajinasi turis berubah menjadi kota penuh keringat dan asap dapur. Orwell menulis, “A plongeur is one of the slaves of the modern world... if plongeurs thought about it, they might consider themselves the most important class of all.”
Kutipan ini memperlihatkan sindiran Orwell terhadap dunia kerja. Para pencuci piring memang berada di lapisan paling rendah dalam hierarki restoran, tapi tanpa mereka, roda dapur tidak akan berputar. Ironinya, justru mereka yang paling tak terlihat dan dihargai.
London: Antara Jalanan, Rumah Singgah, dan Sup Dingin
Setelah Paris, Orwell kembali ke London dengan harapan situasi membaik. Nyatanya, ia justru jatuh lebih dalam ke jurang kemiskinan. Ia hidup sebagai gelandangan, tidur di spikes (rumah singgah sementara), berjalan kaki berpuluh kilometer hanya demi tempat tidur gratis, dan makan seadanya dari dapur umum.
Di bagian ini, Orwell memberikan potret tajam tentang sistem penampungan gelandangan di Inggris. Alih-alih memberi perlindungan, aturan yang diterapkan sering kali bersifat menghukum. Para tunawisma hanya boleh tinggal satu malam, lalu harus berpindah ke tempat lain. Sistem ini membuat mereka tak pernah punya stabilitas. Orwell menulis, “The workhouse system was not designed to keep men alive, but to keep them from starving.”
Kehidupan sebagai gelandangan digambarkan begitu monoton; berjalan, antre, tidur di ruang penuh orang asing, lalu berulang lagi keesokan harinya. Tapi detail yang repetitif ini justru efektif, membuat pembaca ikut merasakan betapa letihnya hidup tanpa rumah. Rasanya bahkan tidak lebih baik daripada seperti tinggal di Rumah Kurcaci Pos yang kecil-kecil itu.
Tema Sosial: Kemiskinan sebagai Sistem
Salah satu kekuatan buku ini adalah keberanian Orwell menantang pandangan umum tentang kemiskinan. Di masa itu, orang miskin sering dianggap malas atau gagal mengambil peluang. Orwell justru menunjukkan bahwa kemiskinan adalah hasil dari struktur sosial dan ekonomi yang timpang.
Ia menyimpulkan bahwa pekerja rendahan bukan tidak bekerja keras. Justru mereka yang paling keras bekerja. Namun, jerih payah mereka hanya cukup untuk bertahan hidup, bukan untuk naik kelas sosial. “It is a feeling of relief, almost of pleasure, at knowing yourself at last genuinely down and out. You have talked so often of going to the dogs—and well, here are the dogs, and you have reached them, and you can stand it.”
Kutipan ini memperlihatkan sisi filosofis Orwell, ada semacam kepasrahan sekaligus penerimaan bahwa sistem membuat mereka tetap berada di bawah, tak peduli seberapa keras mereka berusaha. Sounds familiar?
Lugas, Humor Getir, dan Apa Adanya
Secara gaya, Down and Out in Paris and London berbeda dari karya fiksi Orwell. Meski buku ini adalah memoar, tetapi ditulis dengan gaya jurnalistik yang jujur, detail, dan kadang penuh humor sinis. Ia bisa membuat pembaca tersenyum getir saat membaca keluhan pekerja restoran tentang koki yang sombong, atau aturan konyol di rumah singgah yang terasa lebih ketat daripada penjara.
Detail sensorik yang ia gunakan juga membuat pembaca seolah ikut berada di sana, seperti mencium bau minyak gosong di dapur Paris, atau merasakan dingin menusuk di jalanan London. Bahasa yang sederhana dan tidak bertele-tele membuatnya mudah diikuti, bahkan oleh pembaca modern.
Relevansi untuk Zaman Sekarang
Meski ditulis pada tahun 1930-an, buku ini tetap relevan di era modern. Kota-kota besar masih memiliki jurang yang lebar antara mereka yang hidup dalam kenyamanan dan mereka yang berjuang sekadar bertahan hidup. Kisah Orwell mengingatkan kita bahwa di balik lampu gemerlap dan gedung pencakar langit, selalu ada sisi lain kota yang tersembunyi dari pandangan turis atau kelas menengah atas.
Dalam konteks Indonesia misalnya, kita bisa membandingkan pengalaman Orwell dengan realitas pekerja informal atau buruh harian. Mereka bekerja keras setiap hari, namun penghasilan hanya cukup untuk hidup pas-pasan. Sama seperti plongeur di Paris, mereka adalah “tulang punggung” yang jarang dihargai.
Bahkan, saya membacanya di tahun 2025 saat negeri ini sedang ribut dengan kesenjangan antara rakyat dengan pejabatnya. Sungguh-sunggu relate dan turut merasakan sakit hati mengingat kenyataan bahwa miskin adalah warisan struktural, bukan sekadar malas dan kurang berusaha.
Apakah Layak Dibaca?
Bagi pecinta sastra klasik, buku ini adalah bacaan penting. Ia menjadi fondasi pemikiran Orwell yang kelak berkembang dalam karya-karya besarnya. Dengan membaca Down and Out in Paris and London, kita bisa memahami akar kepekaan sosial Orwell, kenapa ia begitu keras mengkritik ketidakadilan dalam Animal Farm dan 1984.
Jadi saya sarankan baca buku ini dulu sebagai pembuka pikiran. Animal Farm lebih tipis jadi bisa dikejar. Baca buku-buku bergizi seperti ini hitung-hitung mengasah kepekaan sosial kita sebagai manusia, yang sering kali lupa karena terlalu sibuk.
Untuk pembaca umum, buku ini bisa terasa menantang karena banyak detail tentang kehidupan jalanan yang repetitif. Namun, justru di situlah kekuatannya, Orwell ingin pembaca turut merasakan kejenuhan, kelelahan, dan keterjebakan yang dialami orang miskin.
Down and Out in Paris and London bukan sekadar catatan pribadi, melainkan dokumen sosial yang membuka mata tentang realitas kemiskinan. Orwell mengajak kita melihat bahwa kemiskinan bukan hanya tentang tidak punya uang, melainkan tentang hilangnya kebebasan, harga diri, dan kesempatan.
Membaca buku ini ibarat berjalan bersama Orwell di lorong kumuh Paris dan trotoar London. Jauh tuh dari romantisme Eropa sebagai tempat berbagi cerita dan ceria seperti di dongeng-dongeng. Kita mungkin merasa tidak nyaman, tetapi justru dari ketidaknyamanan itulah kita bisa belajar bahwa kemiskinan bukan pilihan, melainkan hasil dari struktur sosial yang timpang.
Dengan gaya lugas, jujur, dan penuh humor getir, Orwell berhasil menyampaikan pesan yang masih relevan hingga hampir satu abad kemudian: di balik gemerlap kota besar dan cantik seperti Paris dan London, selalu ada cerita yang tak pernah masuk dalam brosur wisata.
Berat menerima kenyataan memang, tapi voila... tel est le monde!








George Orwell penulis handal, banyak bukunya yang bagus :D
Langsung tertarik, trus aku cari di tokped. Ketemu toko official penerbitnya. Aku langsung beli yg bundling 3 mba. Ga sabar mau baca.
Aku sukaaa cerita ttg memoar begini. Apalagi klasik. Jadi inget zaman sekolah disuruh baca buku2 sastra THN 1920an. Walau awal2 diksi dan gaya bahasanya bikin bingung, tp setelah terbiasa malah bisa menikmati.
Kehidupan di eropa tahun2 lampau juga berat dari yg aku baca. Ketimpangan sosialnya tinggi banget yaa. Yg kaya ya kaya beneeeer. Yg miskin, bener2 melarat.
Aku sudah lama pengin baca Animal Farm tapi belum-belum aja. Nah buku ini malah terbit lebih dulu kayanya ya. Dari sinopsis tampak menarik. Di Ipusnas ada dengan judul "Terbenam dan Tersingkir di Paris dan London." Coba kupinjam ah...
Orwell aku baru baca yang Animal Farm, udah beli 1984 tapi masih berplastik, he. Menarik sih ini buku, kita bisa dapat gambaran realitas Paris yang jauh dari kesan mewah dan romantis. Kabar bahwa Paris tak seindah di film emang mulai menyebar di mana-mana dan mungkin dengan membaca ini semacam validasi bahwa kehidupan bawah itu nyata. Aku tertarik buat melengkapi koleksi Orwell ku, but my question is apa ada versi bahasa Indonesianya Kak?
Ternyataaaaa Eropa ngga seindah di pilem² atau series Emily in Paris yhaaa 🤣✌️
memang butuh baca memoar kek gini.
Supaya bs tumbuhkan empati yaa.
Buku yang keren dan sangat rekomended dibaca. Buku ini tidak hanya mengulas kehidupan George Orwell tapi juga sisi lain hidup di kota Paris dan London. Bagaimana kerasnya kehidupan di kota besar. Pastinya buku ini saya akan memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk tetap semangat menjalani hidup.
George Orwell meamng terkenal dengan Animal Farm, ternyata buku beliau yang lain juga bagus. Termasuk Down and out in Paris and London. Nah daku paling suka baca biografi, kayaknya cocok baca memoar ini.
Kemiskinan struktural memang menyedihkan ya, kalau ada yang bahas di medsos tentang ini, jadi nyesek. Siapa sih yang mau hidup miskin? Enggak ada....
Menarik disimak nih kalau bahasannya tentang kehidupan di Eropa. Apalagi buat daku yang belum pernah ke sana, hanya mampir... Lewat peta, lewat peta, lewat tipi, lewat medsos wkwkwk.
Siip, nih bukanya George Orwell
Jujurnya kalau ngomongin George Orwell ini aku salut banget. Aku inget baca Animal Farm itu cuma sekali duduk tapi pesannya tuh nancep banget. Dan setelah aku baca biografinya penulis ini, awal-awal karyanya dia sempat dilarang sama pemerintah, karena ada kecenderungan politik sayapnya. Which was itu jadi ngingetin lagi aku ke penulis indonesia Pak Pram. Sama-sama karyanya berangkat dari jiwa sosialis dalam artian lebih ke nyorotin tema-tema rakyat.
Waaaahhh, bakal nambah lagi nih daftar bacaanku. Hihihi.. :D
Aku baru tahu kalau Down and Out in Paris and London itu memoar sosial yang jujur banget dari George Orwell. Nggak nyangka, ternyata di balik romantisme Paris dan London, ada kisah pahit jadi plongeur (pencuci piring) sampai gelandangan.
Review ini bikin sadar, kemiskinan itu bukan cuma soal nggak punya uang, tapi sistem yang bikin orang susah naik. Bagian yang bilang "miskin adalah warisan struktural" itu relate banget sama kondisi sekarang.
Wah yang suka karya sastra klasik keknya bakalan suka buku ini yaa. Gak nyangka tahun2 segitu Paris dan London menyimpan ketimpangan sosial yang mungkin ya masih tetep relevan dengan masa sekarang.
Tapi zaman segitu mereka udah ada sistem penampungan gelandangan yaa, sekarang bisa jadi lebih baik kali ya.
Jangan2 aku kalau baca juga bakal ikut jengkel karena merasa saat ini negeri ini juga 11 12 sama kondisi2 kek gitu, di mana kemiskinan struktural emang betul ada ya.
Yg konsen ma masalah2 sosial di lingkungan kyknya juga perlu membaca buku ini ya mbak.
Aku jadi penasaran sama sisi lain Paris yang digambarkan Orwell di sini. Biasanya kita lihat Paris dari sudut yang glamor, tapi ternyata banyak kisah kelam dan realistis yang jarang diangkat, ya
Aku jadi penasaran sama sisi lain Paris yang digambarkan Orwell di sini. Biasanya kita lihat Paris dari sudut yang glamor, tapi ternyata banyak kisah kelam dan realistis yang jarang diangkat, ya.
George Orwell - Down and Out in Paris and London ini adalah buku yang wajib dibahas sih soalnya di balik gemerlapnya Paris dan juga London ada banyak sekali cerita-cerita menarik yang ternyata berasal dari kemiskinan struktural yang dialami orang-orang zaman dulu tapi masih relevan dengan zaman sekarang sehingga bisa menjadi pembelajaran yang baik dan juga membuat orang semakin paham soal isu-isu ini dibalut settingan kota-kota terkenal di Eropa
Buku George Orwell yang aku baca baru Animal Farm dulu, dan sekarang lagi hits ya di Indonesia bukunya banyak dicari pembaca.. aku pengen baca buku ini deh baru tahu Orwell dulu miskin, buku terjemahannya mulus kan yaa biar enak dibacanya..
Waw, buku yang ditulis tahun 1930an tapi bener masih relate sampai sekarang ya. Apalagi bagian penyebab kemiskinan. Karena nyata adanya sistem yang membuat yang miskin makin miskin atau paling mending hanya bertahan hidup dan gak bisa menaikkan kelas sosialnya, hiks.
Tapi kalau dilihat memang, alasan kemiskinan mah ada beberapa ya, salah duanya ya itu:
1.) malas atau gagal mengambil peluang, 2.) hasil dari struktur sosial dan ekonomi yang timpang. Kalau yang pertama, yang ngeliatnya ikutan gemes, kayak ya kita bisa memaklumi kenapa bisa miskin gitu, karena memang malas dan gagal mengambil peluang.
Tapi yang kedua bikin kita gemes sama pemerintah dan beneran kayak aaarrgghh, ini kenapa sistemnya menyulitkan banget yaa buat masyarakatnya. gitu lah.
Mengambil latar cerita di tahun 30an, menarik juga ceritanya. Pasti kehidupan sosialnya juga diangkat ke dalam cerita di buku ini. Pengalaman orwel sebagai pekerja yang bayarannya tidak sepadan kayanya masih relate ya dengan keadaan sekarang ini.
Buku George Orwell selalu seru untuk dibaca...ceritanya beda dari yang lain selalu ada sisi menarik dari bukunya
George Orwell ini salah satu penulis the best menurutku apalagi pas beliau merilis buku Animal Farm. Salut banget sama POV detailnya dan takjub sama karyanya Down and Out in Paris and London. Melalui tulisan ini aku jadi kenal banget sama karyanya yang lain. Nice info dan auto pengen punya bukunya.
Aku tertantang sekali dengan buku ini untuk membacanya. Apalagi ada soal memahami akar kepekaan sosial dan soal kemiskinan bukan soal ekonomi tetapi juga hilangnya kebebasan, harga diri, dan kesempatan.
Terima kasih banyak ya sudah mengulasnya. Bakal dicari bukunya dan jadi list bacaan.