Di Pinggir Lingkaran, Antara Butuh Ruang dan Ingin Diingat

Pernah nggak merasa sedih karena nggak diajak nongkrong atau kumpul-kumpul sama teman-teman? Perasaan excluded, atau tidak diikutsertakan, padahal kita pikir kita adalah bagian dari mereka. Ternyata hubungan kita nggak seistimewa itu, mwahahhaa.  

Rasa tidak diajak itu mungkin sepele bagi sebagian orang, tapi bagi banyak orang lainnya, terutama mereka yang cenderung introvert, hal ini bisa menimbulkan perasaan tersisih, bahkan tanpa ada niat jahat dari siapa pun.

Kan, sebetulnya bisa jadi kumpulan orang-orang tersebut memang kebetulan ketemu di suatu acara yang sama. Nggak semua kegiatan kita juga selalu ada, ya, kan. Jadi belum tentu mereka sengaja mengecualikan kita saat berkumpul. 

Saat Tidak Diajak Bukan Soal Nongkrong, Tapi Soal Diingat

Ada rasa yang sulit dijelaskan ketika tahu teman-teman sedang berkumpul tanpa kita ada di dalamnya. Bukan marah sih, bukan iri, tapi apa ya...semacam perasaan hampa yang membuat dada terasa berat. Kadang muncul saat melihat upload foto-fotonya di status Whatsapp (tau sendiri kan ibu-ibu sekarang?) perasaan "ih aku kok nggak diajak, yah?" 

Padahal, sering kali yang diinginkan bukan ikut nongkrongnya, tapi sekadar merasa diingat. Bahwa keberadaan kita masih dianggap bagian dari lingkaran itu. Bahwa seseorang masih peduli untuk berkata, “Kamu nggak bisa datang juga nggak apa-apa, tapi kamu tahu dan kita nggak pergi diam-diam di belakang kamu”

Sayangnya, pertemanan sering punya aturan tak tertulis: jangan ikut kalau tidak diajak, jangan terlalu aktif nanti dibilang clingy, tapi jangan terlalu diam nanti dibilang cuek. Tambah susah buat saya yang socially awkward ini. Bingung harus menampilkan pribadi bagaimana dalam pertemanan. 

Kita semua seperti berjalan di atas tali sosial yang tipis, berusaha tetap hangat tanpa terlihat butuh, berusaha dekat tanpa membuat orang lain merasa terganggu.

Mengapa Tidak Diajak Bisa Begitu Menyakitkan?

Dalam psikologi sosial, fenomena ini disebut ostracism, pengucilan dalam bentuk halus. Eerrr, agak serem ya. 

Profesor Kipling D. Williams dari Purdue University menjelaskan bahwa penolakan sosial memicu bagian otak yang sama dengan rasa sakit fisik. Artinya, ketika seseorang merasa tidak diajak atau diabaikan, otak mereka benar-benar “merasakan sakit.”

Itulah mengapa sekadar tidak diajak nongkrong bisa membuat seseorang overthinking:
“Apakah aku sudah berubah?”
“Apakah aku masih dianggap teman?”

Rasa sakit itu bukan karena acara nongkrongnya penting, tapi karena otak kita sebagai makhluk sosial, selalu mencari tanda bahwa kita masih diterima dan masih dibutuhkan. Entah di circle pertemanan wali murid, teman sekolah, working life, apa pun itu. 

Introvert Juga Butuh Dihubungi

Banyak orang salah paham terhadap pribadi introvert. Mereka sering dianggap tidak suka keramaian dan penyendiri. Sure, saya seriingg banget disalahpahami kayak gini. Padahal menurut teori Carl Jung, introvert hanya mendapatkan energi dari dalam diri, bukan dari interaksi sosial yang ramai. Artinya, mereka tetap butuh teman dan pertemanan, hanya dengan cara yang lebih tenang.

Introvert memang cepat lelah secara sosial alias social battery cepat habis, tapi bukan berarti mereka ingin diabaikan. Mereka hanya ingin punya kendali atas kapan dan bagaimana mereka berinteraksi.
Mereka ingin punya ruang, tapi juga ingin tahu bahwa mereka masih diingat.

Sayangnya, di dunia yang cepat dan bising seperti sekarang, diam sering disalahartikan sebagai “menjauh.” Padahal, diam sering kali adalah bentuk menghargai, menjaga diri agar bisa hadir secara tulus saat waktunya tepat.

Masalah muncul ketika sikap tenang itu justru membuat mereka jarang diajak. Akibatnya, terbentuk pola semakin jarang diajak, semakin merasa tidak penting. Padahal, undangan kecil seperti “kalau kamu sempat, gabung ya” bisa jadi hal besar bagi seseorang yang introvert.

Kebutuhan untuk Diterima

Psikolog Abraham Maslow menempatkan “rasa memiliki” atau sense of belonging sebagai kebutuhan dasar manusia, sejajar dengan kebutuhan akan rasa aman dan kasih sayang. Saat seseorang merasa tidak diajak, kebutuhan itu terguncang. Akibatnya, rasa percaya diri dan harga diri bisa ikut menurun.

Tapi penting juga diingat, tidak diajak bukan berarti dilupakan. Kadang teman-teman kita hanya terbiasa dengan ritme sosialnya sendiri spontan, cepat, dan tidak selalu berpikir panjang. Misal pas kebetulan ketemu, langsung cuss nongki kemana. Karena itu, komunikasi terbuka jadi kunci.

Menurut saya nggak apa-apa sih bilang jujur, “Kalau kalian kumpul, kabarin ya. Aku belum tentu bisa datang, tapi kasih tahu aja.” Kalimat sederhana seperti itu siapa tahu bisa membuka banyak pintu yang tadinya tertutup oleh asumsi.

Menemukan Keseimbangan

Bagi yang sering merasa di pinggir lingkaran, cobalah melihat dari dua sisi.
Pertama, tidak semua undangan berarti kasih sayang. Tapi undangan bisa menjadi tanda kepedulian kecil yang hangat.
Kedua, tidak semua absen berarti tidak peduli. Kadang, kehadiran seseorang terlihat lewat cara lain misal pesan singkat, doa diam-diam, atau sekadar ingatan kecil.

Bagi yang sering nongkrong, mungkin ada baiknya sesekali menengok ke pinggir lingkaran itu. Ada teman-teman yang diam, tapi masih ingin dilibatkan. Mereka bukan tidak mau datang, hanya tidak mau memaksa diri untuk ikut semua hal.

Well, Ingin Dihargai Itu Manusiawi

Pada akhirnya, merasa tidak diajak teman bukan tanda kelemahan atau kehausan perhatian. Itu bagian dari sifat manusia yang paling alami, yaitu ingin diterima dan diingat.

Baik bagi seorang introvert atau ekstrovert, kebutuhan untuk merasa terhubung tetap sama. Hanya cara mengekspresikannya yang berbeda. 

Dan setelah dewasa saya baru paham sih, meski temenan tetap aja nggak harus selalu kemana-mana bareng. Tiap orang juga punya bagian dirinya yang terlibat di circle lain, nggak perlu semua harus ada kitanya atau dianya.  

Jadi, jika kamu pernah merasa di pinggir lingkaran, percayalah kamu tetap berharga, tetap punya tempat. Jaga mental health sebaik-baiknya. Karena dalam pertemanan yang tulus, kehadiran tidak selalu harus terlihat untuk bisa dirasakan. 

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url