Bertahan Hidup in This Economy?

Kalau belakangan kita sering merasa dompet makin tipis, saldo e-wallet lebih cepat menguap, dan belanja bulanan rasanya seperti game bertahan hidup, hm, kalem aja... kita tidak sendiri. Saya, kamu, semua orang mengalaminya.

Di tengah inflasi yang kayaknya nggak pernah berhenti, naiknya harga bahan pokok, sampai berita tentang PHK dan pengangguran yang makin sering mampir ke timeline, alih-alih mengutuk hidup cuma sekali kenapa lahir sebagai WNI, mendingan kita berkontemplasi aja gimana sih caranya tetap waras dan bertahan hidup di ekonomi Indonesia yang makin nggak pasti ini?

Well, ini bukan tulisan motivasi murahan yang bilang “asal kerja keras pasti berhasil", apa sebab? Yaaa, hidup nggak sesimpel itu, kan? Tapi kita bisa bahas langkah-langkah nyata baik kecil maupun besar yang bisa bantu kita bernapas lebih lega, walau dunia terasa makin menekan dari segala sisi.

cara bertahan hidup

1. Ubah Gaya Hidup, Bukan Cita-cita

Realita paling pahit yang harus kita telan sekarang adalah: gaya hidup kita harus adaptif. Kadang bukan penghasilan kita yang kurang, tapi ekspektasi hidup yang masih keukeuh dengan standar lama.

Kalau dulu terbiasa kopi tiap pagi di kafe, sekarang mungkin cukup bikin kopi tubruk di rumah dan nikmati dengan playlist favorit. Kalau biasanya makan siang grabfood, mungkin sekarang waktunya kenalan sama kompor dan meal prep. Ini bukan downgrade kok, tapi bentuk survival elegan: sadar situasi, ubah strategi.

2. Tambah Skill, Bukan Cuma Tambah Keinginan

Di tengah banyaknya PHK dan susahnya cari kerja tetap, skill jadi mata uang baru. Dan kabar baiknya: banyak skill bisa dipelajari gratis di internet. Mulai dari desain grafis, copywriting, digital marketing, sampai analisis data, semua ada tutorialnya.

Bukan berarti semua orang harus jadi freelancer atau content creator juga sih, apalagi dikit-dikit affiliate. Tapi sebaiknya punya satu atau dua skill tambahan yang bisa jadi pintu cadangan kalau sumber penghasilan utama tersendat. Ibaratnya, kalau satu perahu bocor, kita masih punya pelampung.

3. Hidup Frugal, Bukan Pelit

Frugal living bukan berarti hidup kekurangan, tapi hidup dengan kesadaran penuh. Belanja berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Bedakan mana yang essential, mana yang cuma aesthetic.

Contohnya: beli barang tahan lama walau sedikit lebih mahal, itu investasi. Tapi beli skincare full set karena diskon 11.11 padahal di rumah masih ada? Nah, itu impulsif disguised as self-care.

Tipsnya sederhana: buat catatan keuangan. Serius, mencatat pengeluaran itu game-changer. Kita bisa tahu kebocoran anggaran itu di mana. Kadang bukan karena gaji kecil, tapi karena bocor alus di hal-hal kecil.

4. Bangun Jaringan, Bukan Cuma CV

Di tengah ekonomi yang makin kompetitif, kadang bukan cuma skill yang penting, tapi juga siapa yang kamu kenal alias orang dalem, cenah. 

Normatifnya sih, bangun relasi dan koneksi. Bukan berarti harus sok kenal, tapi hadir di komunitas, ngobrol di forum, ikut kelas online, atau sesimpel berbagi insight di LinkedIn bisa membuka jalan yang tak terduga.

Banyak peluang kerja, proyek freelance, bahkan ide bisnis, lahir dari obrolan ringan. Di masa sulit, jaringan sosial bisa jadi sabuk pengaman, bahkan kadang lebih kuat dari tabungan.

5. Punya Penghasilan Ganda = Punya Nafas Cadangan

Zaman sekarang, menggantungkan hidup dari satu gaji saja itu mirip naruh semua telur di satu keranjang di atas sepeda yang goyang. Kalau jatuh? Pecah semua.

Nggak harus langsung buka bisnis besar. Coba mulai dari yang sederhana: jualan barang preloved, bikin jasa kecil-kecilan, monetisasi hobi (ngegambar, bikin kue, nulis blog? Why not?), atau ikutin Gen-Z cari uang dengan cara unik kayak jualan merchandise saat konser, jualan parfum sekali semprot di event-event running, dsb.   

Tambahan yang kecil-kecil gini kalau rutin, bisa jadi penolong bulanan lho.

6. Rawat Mental, Bukan Cuma Fisik

Ketika tekanan ekonomi tinggi, kesehatan mental sering jadi korban pertama. Kita jadi gampang marah, cemas, atau kehilangan motivasi. Jangan tunggu “gila” dulu baru cari bantuan. 

Istirahat, meditasi, ngobrol dengan orang dekat, bahkan sekadar menulis jurnal bisa bantu menjaga kewarasan.

Ingat, survival bukan cuma soal makan dan tempat tinggal, tapi juga perasaan ingin tetap hidup.

Kita Ini Kuat, Walau Capek

Ekonomi Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Angka pengangguran meningkat, kemiskinan bertambah, dan biaya hidup naik terus tanpa permisi. Tapi dalam sejarah panjang bangsa ini, kita selalu punya satu hal yang tak mudah hilang: kemampuan bertahan.

Kita pernah krisis moneter, pernah pandemi, pernah hidup zaman BBM naik tiga kali sehari (oke ini agak lebay, tapi kamu paham maksudnya). Dan dari semua itu, kita selalu menemukan cara untuk tetap hidup dan bahkan tertawa, meski lebih tepatnya menertawakan diri sendiri.

Jadi, kalau hari ini terasa berat, ingatlah bahwa di dunia ini kita tidak sendirian. Kita semua sedang mencari cara masing-masing untuk tetap bertahan. Dan siapa tahu, dari fase ini, kita bisa lahir jadi versi kita yang lebih tangguh, lebih hemat, dan lebih tahu apa yang benar-benar penting.

Next Post Previous Post
19 Comments
  • duniamasak
    duniamasak 6 Agustus 2025 pukul 09.17

    "Survival bukan cuma soal makan dan tempat tinggal, tapi juga perasaan ingin tetap hidup." kalimat yang bagus, semangat untuk kita :D

  • fanny Nila (dcatqueen.com)
    fanny Nila (dcatqueen.com) 2 September 2025 pukul 14.09

    Agree banget2 mba rella 😍😍😍. Sejelek apapun kondisi yg kita alami, tp sebenernya kalo dilihat ke belakang, kita udah berkali2 ngalamin yg parah. 98 Krisis, 2008 krisis, pandemi... Kurang parah apa itu 😅😅😅.

    Tapi terbukti orang Indonesia itu tangguh. Survival skillnya yahuuuud. Dan yg penting, kita ini walau susah, masih kepikir utk saling support. Beli makanan dari teman yg jualan, itu bentuk support juga.

    Makanya aku optimis, kita bisa lewatin krisis yg skr ini. Pasti bisa. Apalagi kita makin pinter. Ga terlalu mudah terprovokasi kayak dulu 98. Teknologi udah makin bagus dan berkembang, jadi orang2 ga mudah termakan hasutan.

    Semoga ya mba, krisis kali ini ga lama.

    Yg pasti aku pun lagi mikirin bentuk survival mode yg sebaiknya dijalanin apa. Yg pasti menu masakan jadi lebih banyak yg simple, tapi ttp bernutrisi. Jangan daging Mulu hahahaha

  • Lala
    Lala 2 September 2025 pukul 18.10

    Bener banget, awal tahun ini aku menyadari sering melipir ke Cafe buat numpang Wifi tapi sambil jajan so pasti dan pas ku cek tabung yaampun makin menipis. Rupanya emang mesti tau diri dan berusaha lebih hemat lagi.

    Nah terkait relasi dan koneksi ternyata sangat penting apalagi buat aku yang awal 30 an ini. Sungguh ya apply jalur CV tanpa kenal siapapun sangat-sangat sulit.

    Yuk bisa yuk survive dan bangkit.

  • erykaditya
    erykaditya 3 September 2025 pukul 13.03

    Ditengah kondisi negara yang kadang pemimpinnya ngajak becanda ya mbakkk hehe...
    Tapi bener sie sekarang saatny akita menurunkan sedikit standart dan meningkatkan skill untuk bekal yang mungkin suatu saat nanti berguna,...
    Poin2 yang mba sebutkan ini bener2 ngena banget looo...dan aku juga merasa tersentil haha..kurang2in yaa jajannya banyakin hematnya..hemat bukan brarti pelit...masak sendiri malah lebih sehat juga kan daripada jajan ;)

  • nurul rahma
    nurul rahma 3 September 2025 pukul 13.31

    Mbaaa, aku kok sueneeengg baca tulisan iki ya.
    Atiku yg tadi spaneng, rodok padang sithik mba 😂😁
    Laksana guyuran air es ketika lagi jalan di Padang Arofah.

    Tengkyuuu mbaaaa, semangaatt kita ✨💪☕

  • Nik Sukacita
    Nik Sukacita 3 September 2025 pukul 15.28

    Terima kasih banyak sudah mengingatkan dengan tulisan hangat ini. Iya, kita tidak sendirian, banyak pihak sedang mengalami. Bahkan yang punya duitpun sedang tidak baik-baik saja dalam kondisi ini.

    Kabar baiknya, hal ini tidak hanya di alami oleh bangsa Indonesia, bahkan dunia-pun sedang tidak baik-baik saja, berjuang untuk menuju dalam kebaikan.

    6 hal yang cara bertahan hidup yang ditulis diatas itu sangat tepat. Aku menyoroti soal membangun jaringan, rasanya sekarang itu butuh jadi akar, karena jika itu bisa dirawat dengan baik, hal-hal lain akan berdampak, seperti mental akan lebih terjadi dan kesempatan baik bisa datang.

    Tentu hubungan jaringan yang diperlukan adalah dengan orang-orang yang tepat. Memiliki hal-hal baik dan pemikiran yang menghidupkan.

  • April Hamsa
    April Hamsa 4 September 2025 pukul 06.50

    Huhu kerasa banget mbak, ekonomi sekarang tu suseeeehhh, apalagi buat kaum menengah kecengklak. Dulu masih bisa tu nungguin anak sekolah mlipir kafe sambil numpang kerja, sekarang bisa minum es teh depan sekolahan aja udah alhamdulillah =)) . Ya Alloh masih ada kerjaan aja masih untung, kalau gak penting banget di rumah aja. Gimana gak? Sekali melangkah keluar pintu ratusan ribu melayang.

    memang sebaiknya kita yang punya sumber daya, misalnya kek kemampuan di dunia digital memikirkan bagaimana supaya bisa menambah penghasilan, di samping juga wajib banget lebih berhemat lagi ya.

    Semoga Tuhan memudahkan kita semua melewati krisis ini. Soalnya kejadiannya juga gak cuma di negeri ini, tapi negara2 lain juga sih katanya lagi krisis juga.

  • Fenni Bungsu
    Fenni Bungsu 4 September 2025 pukul 09.36

    Melihat informasi di medsos, maupun baca berita memang perlu dikuatkan selain urusan fisik tetapi juga mental, biar lebih fokus dan bisa menyelami mana berita benar, atau hoax, sehingga tidak tersulut api esmosi

  • Asri M Lestari
    Asri M Lestari 4 September 2025 pukul 16.04

    Walaupuj nggak nyambung, pas baca artikel di atas aku jadi inget lagunya Tipe-X yang Kamu Nggak Sendirian (Iiiiihh... Jadul banget!)

    Tapi bener, di kondisi ekonomi saat ini, penting buat adptasi, harga makin melambung, sedangkan gaji segitu-segitu aja. Harus belajar nyari side job dan mengurangi pengeluaran kalau mau bertahan.

  • Utami Isharyani
    Utami Isharyani 4 September 2025 pukul 16.52

    Bagian “ubah gaya hidup, bukan cita-cita” itu ngena banget.
    Salah satu poinnya dengan mencatat pengeluaran itu, ngebantu banget buat sadar kebocoran tipis-tipis yang sering dianggap sepele.
    Sama poin soal jaga mental, itu penting banget, soalnya percuma duit aman kalau kepala udah mumet tiap hari. Harus yakin bahwa setiap hari ada rejekinya. Kalau bukan berupa uang, bisa kesehatan, pertemanan baru, dll...

    Makasih udah nulis dengan gaya yang ringan tapi bikin mikir. Jadi reminder buat tetep waras di tengah kondisi ekonomi yang kayak gini banget...

  • Bambang Irwanto
    Bambang Irwanto 4 September 2025 pukul 20.35

    Saya pun merasakan hidup semakin harus dijalani denga mental baja, Mbak. Dan kuncinya ada pada diri kita sendiri yang yang mengubah. Poin pertama itu kuncinya. Harus adaktif dengan keadaan dengan menyesuaikan diri. Kalau dulu pengin jajanini itu, sekarang kebutuhan dulu yang diutamakan. Hidup memang lagi sulit, tapi Insya Allah selalu ada jalan, untuk terus berusaha.

  • Dyah Kusuma
    Dyah Kusuma 4 September 2025 pukul 22.24

    Sepakat pakai banget, pas banget mbak artikelnya. Ga perlu gengsi deh, daripada berhutang mending uang yang ada dicukupkan sebisa mungkin disisihkan untuk ditabung. Hidup semakin susah ga perlu ditambah susah dengan belanja berlebihan yang sebetulnya tidak atau kurang dibutuhkan

  • Okti Li
    Okti Li 4 September 2025 pukul 22.30

    pemerintah kita gak bisa belajar dari pengalaman ya, krisis kan udah berkali-kali terjadi
    setidaknya seusia saya ini
    tapi sebagai rakyat jelata ya kita juga bisa apa, ((kita, saya aja kali ya ini mah))
    yang pasti tetap bersyukur, terus berdoa dan berikhtiar

  • Tukang jalan jajan
    Tukang jalan jajan 4 September 2025 pukul 23.59

    Kak, jujur bacanya relate banget! Poin-poinnya kena banget, terutama yang soal ubah gaya hidup. Kadang emang kita aja yang masih denial, padahal realitanya udah beda. Makasih lho udah sharing tips-tips praktis kayak gini, ngebantu banget buat 'self-check' lagi. Semoga kita semua bisa survive dan tetap waras di tengah ekonomi yang lagi 'uji nyali' ini ya!

  • Yuni Bint Saniro
    Yuni Bint Saniro 5 September 2025 pukul 03.25

    Nih ya. Kebanyakan orang lupa sama merawat mental. Fisik aja yang dijaga biar nggak sakit. Hasilnya, ya rentan sama stres deh.

  • lendyagassi
    lendyagassi 5 September 2025 pukul 08.17

    cakeepp, Rell..
    Andaikan bisa milih kamu sebagai menkeu.. aku pilih.
    Karena, in this economy.. kita gak butuh cercaan dalam bentuk kata-kata bijak, tapi solusi yang nyata dari setiap langkah yang ada. Pastinyaa.. kita semua lelah.. tapi tetep kudu bergerak demi keberkahan hidup.

    Karena mau gimana pun, namanya uang itu penting.
    Penting agar ibadah lebih khusyu, penting untuk ketenangan hidup, penting untuk mencari keberkahan keluarga.

    Semoga Allah mudahkan selalu..
    Yasarallaahu..

  • Ainun
    Ainun 5 September 2025 pukul 08.28

    setuju banget sama pendapat mba rella, ditambah kondisi negara sendiri kayak gini.
    Nambah skill, menambah jaringan atau koneksi sangat perlu, karena ke depannya kita nggak tau akan butuh bantuan seperti apa.
    apalagi kalau menyangkut biaya hidup, harus pinter-pinternya kita mengelola dan mencari tambahan pendapatan
    kadang temen aku bilang kalo aku pelit, padahal bukan pelit buanget, ada kalanya aku ngerem, karena sebelumnya udah "boros", jadi ke depannya juga kudu hemat lagi

  • alienda
    alienda 5 September 2025 pukul 08.42

    Yang paling berasa buatku tuh Mi, saat bandingkan belanja keperluan bayi sekarang dibanding dulu bayi terakhir.. jauuuhh banget bajet yang harus dikeluarkan huhuu

  • Dee_Arif
    Dee_Arif 5 September 2025 pukul 08.42

    Ah iya, in this economy, kita perlu melakukan mekanisme survival
    Meski agak sulit ya bagian frugal living itu
    Tapi pastinya harus lebih bijak membelanjakan uang di era seperti ini

Add Comment
comment url