Septi Peni: Ibu Rumah Tangga Bukan Pengangguran!

Sesi konferensi pada hari Rabu (22/12) merupakan yang paling ditunggu-tunggu oleh para member Ibu Profesional di Konferensi Ibu Pembaharu (KIP). Pasalnya, puncak acara ini diisi oleh Ibu Septi Peni Wulandani, founder Ibu Profesional yang jadi idola selama ini. Tokoh yang banyak menginspirasi dan membantu ibu-ibu yang belajar di Ibu Profesional menemukan jati dirinya; sebagai individu, istri, dan ibu.

Konferensi dibuka dengan kata-kata indah dari para leader komponen yang ada di Ibu Profesional (Institut, Kampung Komunitas, RCIP, Sejuta Cinta, Kipma, dan SekNas). Masing-masing menggambarkan petualangan yang bisa dilakukan bersama Ibu Profesional, mulai belajar, bermain, berwirausaha, dan berbagi.

Gelaran konferensi ini merupakan buah kerja keras para perempuan hebat di Ibu Profesional, yang berhasil melintasi batasan-batasan ragu, tidak mampu, dan keluar dari stigma ibu rumah tangga biasa saja yang kudet dan gaptek.

Saya Ibu Rumah Tangga, dan Saya Bangga!

Sesuai dengan cita-cita sejak didirikannya pada tahun 2011; membawa perubahan para ibu rumah tangga ke arah yang lebih baik, Ibu Profesional senantiasa membersamai para ibu rumah tangga bertumbuh meningkatkan kualitas dirinya.

Salah satu indikator seorang ibu rumah tangga memiliki berprogress adalah, dia tidak malu lagi mengatakan bahwa dirinya adalah ibu rumah tangga. Tidak ada lagi embel-embel ‘cuma’ atau intonasi yang lebih rendah ketika kita mengatakan “saya ibu rumah tangga, di rumah saja.”

Ketika kita tidak bangga dengan gelar ibu rumah tangga, maka biasanya pikiran itu akan mem-blok semua kesempatan kita untuk belajar dan bertumbuh. Supaya kita bisa membuat kalimat “saya ibu rumah tangga” itu lebih bermakna dan memiliki ruh, maka langkah awalnya adalah menerima, memaknai, dan tidak berusaha keluar dari apa yang saat ini dihadapi.


Kalau ibu rumah tangga itu urusannya seputar sumur, dapur, dan kasur, maka bukan salah sumur, dapur, dan kasurlah yang membuat diri tidak berkembang. Melainkan kembali ke individunya, dapat memaknai sumur, dapur, kasur atau tidak?

Sadar dan terima peran, lalu naikkan kapasitasnya. Sehingga ketika kita sudah mencapai suatu milestone, kita punya nilai plus dari peran yang dijalani. Kalau selama ini merasa cuma jadi tukang masak, upgrade diri menjadi manajer gizi keluarga. Kalau selama ini merasa cuma jadi kasir rumah tangga, tingkatkan kemampuan sampai jadi manajer keuangan. Bukan cuma sekadar perbedaan istilah, tapi kalau benar-benar bertahap dalam belajar, ibu rumah tangga yang kerjanya di rumah bisa benar-benar sama bersinarnya dengan suaminya yang kerja di ranah publik.

Pada pengalaman Bu Septi sendiri, beliau bertransformasi menjadi ibu rumah tangga yang tetap menjadi dirinya. Bu Septi sadar, para ibu hendaknya membuat dirinya hebat terlebih dahulu sebelum menginginkan anak-anaknya hebat. Hebat adalah pencapaian diri sendiri, seperti yang sudah disampaikan narasumber sebelum sesi ini, bahwa setiap orang punya track-nya masing-masing.

Ibu Septi meng-upgrade dirinya secara konsisten dan komitmen sehingga dampak dari Ibu Profesional tidak hanya dirasakan oleh lingkungan terdekat menjadi lebih menasional. Ilmu-ilmu dari Ibu Profesional haruslah bisa diakses oleh seluruh ibu rumah tangga.

For Things to Change, I Must Change First 

Kalau ingin mengubah keadaan, maka ubah dulu diri sendiri. Kalau ingin semua orang bangga terhadap profesi ibu rumah tangga, kita dulu yang bangga. Bukan menuntut lingkungan, tapi mulai dari diri sendiri.

For things to change, i must change first.

Ubah narasi, tidak ada ibu rumah tangga tidak ada ibu bekerja. Semuanya ibu bekerja, di ranah yang berbeda dan setara. Keduanya punya peran yang sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ubah pola pikir. Belajar memaknai dan memiliki jati diri. Bermanfaat untuk orang lain, seberapa banyak yang sudah kita beri. Ubah bahagia menjadi bagaimana kita bisa menghadapi dan menerima yang terjadi dalam hidup kita dengan baik, tidak saja semua berjalan seperti yang kita inginkan.

Saya selalu ingat kalimat penting nan indah ini, bahwa "tidak ada seorang pun yang bisa merendahkanmu, kecuali kamu sendiri yang mengizinkan," Maka jangan mau direndahkan, jangan mau dianggap gaptek dan kudet, jangan mau dibilang "cuma ibu rumah tangga pengangguran" sementara kita sendiri yakin ada banyak pekerjaan domestik yang bisa jadi lahan belajar dan mengembangkan diri. 

Sayang banget memang, di negara ini produktivitas perempuan diperhitungkan hanya dari berapa besar mereka berkontribusi terhadap pendapatan negara. Padahal, perempuan yang bekerja di ranah domestik pun sama besar kontribusinya terhadap penduduk bangsa ini. 


Di tangan ibu, generasi penerus bangsa ini tumbuh dan belajar. Jika mengerjakan pekerjaan publik saja kita harus profesional dan sungguh-sungguh, maka dalam mendidik keluarga yang notabene adalah penerus tentu harus lebih sungguh-sungguh lagi. 

Senantiasa diingatlah, bahwa peran kita tidak kecil. Kita memang bekerja di satuan organisasi terkecil, yaitu keluarga, tapi kontribusi kita sebagai ibu sangat besar dan berdampak. So, mulai saat ini berbanggalah dengan profesi ibu rumah tangga. Belajar mencintai diri sendiri dan menjalani peran secara profesional. Anak-anak yang hebat lahir dari ibu yang juga belajar bersungguh-sungguh. 

Cheers :)  
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url