Social Distancing for Good

social distancing
physical distancing

Sejak masa pandemik coronavirus ini, ada beberapa hal yang jadi kata kunci baru dalam berinteraksi sesama manusia, salah satunya, social distancing. Apa itu social distancing? Nah, menurut CDC, social distancing, atau sama dengan physical distancing artinya menjaga jarak antara diri kita sendiri dengan orang lain (yang tentunya terjadi dalam interaksi luar rumah yaak). 

Penerapan social distancing, kurang lebih seperti ini : 
1. Stay dalam jarak 1 meter dengan orang lain 
2. Hindari berkerumun/berkelompok  
3. Hindari tempat-tempat padat dan kumpulan orang 

Kenapa jaga jarak itu penting? Ya karena penyebaran virus ini sangat cepat, seseorang bisa menularkan virus ke orang lain tanpa dia sendiri muncul gejala sakit, terutama di wilayah-wilayah yang sudah terdeteksi ada kasus Covid-19 ini, better we limit the close contact with others. 

Di komplek saya, kita sudah nggak mengadakan lagi pertemuan-pertemuan PKK, arisan, dasawisma maupun pengajian rutin mingguan dan bulanan. Tapi arisan harus tetap dikocok dong? Yak, cukup beberapa orang aja sebagai syarat dan saksi, pengocokan arisan dilakukan di depan rumah bu ketua, sambil berjemur sambil pake masker dan berdiri menjaga jarak. Lucu sih, kapan ada arisan kaya begini, dan di tatanan masyarakat seperti ini mana terima arisannya dikocok pake random.org, kurang afdol ceunah, ya kan? haha. 

Alhamdulillah tapinya ada kesadaran dari setiap warga, untuk membatasi kegiatannya terutama yang bersifat kerumunan. Meski udah dua kali nggak ada kerja bakti bulanan bapak-bapak, nyatanya dengan situasi seperti ini tiap warga juga menjaga kebersihan lingkungan minimal rumahnya masing-masing. 

Di masjid perumahan sendiri, masih mengadakan shalat jamaah dan jumatan, anu ... kesepakatan warga seperti itu ya apa boleh buat. Saya dan anak-anak sesungguhnya kangen sekali pergi ke masjid. Meski dari masjid sendiri juga sudah melakukan beberapa langkah preventif seperti pembersihan rutin, tidak memakai karpet masjid, dan jamaah wajib memakai masker, saya masih belum lega melepas anak-anak pergi. Ambil positifnya aja, kita diberi keringanan untuk beribadah di rumah dan keutamaan melindungi diri. Ali pernah saya tanya, "kangen Jumatan di masjid nggak, Dek?", terus dia jawab, "kangen, tapi nggak bisa ...", ya karena udah berminggu-minggu mereka cuman sholat zuhur aja di rumah, meski saya minta untuk jamaahan sama kakaknya supaya tetap dapat pahalanya. 

Ramadan taun ini, entah deh... apa rasanya nggak bisa tarawihan dan itikaf di masjid :'( 

Sepekan sekali saya pergi ke luar rumah untuk groceries, kalo udah di supermarket yang entah kenapa selalu rame aja sama orang, jaga jarak memang seringnya nggak terperhatikan karena kita fokus sama barang belanjaan. Jika mau ambil sesuatu dari rak yang sama, ya susah lah ya mau berdiri selang satu meter dengan orang lain, hehe ... tapi pihak supermarket sendiri saya lihat juga udah mengantisipasi dengan menambahkan plastik pembatas antara konsumen dan petugas di kasir juga membuat aturan pembatas jarak saat antri, at least kita tahu kewajiban dan difasilitasi untuk menjaga jarak dengan tetap nyaman. Tapi, pemandangan ini nggak terjadi di pasar tradisional yang mana saya juga belanja ke sana sepekan atau dua pekan sekali. Udahlah kalo ke pasar banyak berdoa saja, nggak berlama-lama belanja, dan mungkin bisa disiasati belanja di kios-kios yang nggak terlalu rame.  

Sebagaimana pasar tetap rame, di beberapa perkampungan yang lebih pelosok juga dampak Covid-19 nggak terlalu dirasakan. Kemarin-kemarin sebelum mulai ada aturan baku dan masih berupa himbauan, masih banyak hajatan dan acara-acara warga yang diselenggarakan yang terpaksa harus dibubarkan aparat di tengah jalan. Beberapa waktu setelah aturannya keluar, masih aja ada yang diam-diam selametan, tidak undang-undang tapi warga harus ambil berkatan ke rumahnya sambil silaturahim, lah, apa bedanyaaa.... 

Yang paling sedih mungkin pasangan-pasangan yang sudah jauh hari merencanakan resepsi pernikahan di bulan-bulan ini. Gimana ya rasanya persiapan yang sudah matang tiba-tiba harus dicut tanpa ada apa-apa blas. Semoga pernikahannya tetap bisa berlangsung di KUA dengan ijab kabul sesuai syariat. Nggak lucu juga sih kalo nikahnya ditunda, kok yaaa...gimana gitu. Masalah resepsi diikhlaskan saja, toh kalo udah nikah prioritasnya udah beda..apalagi kalo misalnya keburu hamil, hehehe.  

Social distancing ini memang membawa model interaksi baru, a new normal. Tempo hari saya ada keperluan ambil barang ke rumah teman, kami cuman dadah-dadah tanpa cipika-cipiki. Begitu pula saat takziah ke tetangga yang habis ditinggal ibundanya, kami para tetangga jenguk bergantian empat orang - empat orang. Itupun suka lupa aja auto mengulurkan tangan buat salaman, dan kita juga suka refleks membalas kan ya, hihi.   

Sejujurnya, jaga jarak ini nggak perlu dimaknai dengan kaku juga sih. Bukankah dengan jarak 1 meter pun kita masih bisa saling menyapa dengan mulut yang tertutup masker? Kita bisa merasakan kok wajah yang tersenyum meski di balik masker. Jalani dengan biasa aja lah ya, sejatinya kita ini makhluk sosial. Kelamaan diam di gua lama-lama bisa stres juga, kita butuh sosialisasi, kita butuh interaksi nyata. Dengan begini, kita bahkan sadar bahwa kita butuh orang lain untuk hidup.   

Ke mana pun kita pergi, tetap perhatikan protokol perlindungan diri ya! 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url