Random Road Trip ke Nepal van Java

Tahu kan ya, kalau beberapa tempat di Pulau Jawa punya julukan dengan embel-embel van Java yang artinya dari Jawa. Ada Swiss van Java (Garut), Paris van Java (Bandung), Venice van Java (Semarang), Africa van Java (Situbondo), Japan van Java (Tegal), dan Carribean van Java (Karimun Jawa).

Alasannya ya nggak salah lagi, yaitu adanya kemiripan tempat-tempat tersebut dengan kota di luar negeri yang dijulukinya. Meski ada yang sedikit ‘maksa’, ya nggak apa-apalah ya, namanya juga ala ala ^^

Nah, saya mau cerita soal tempat yang dinamakan Nepal van Java, nih. Tujuan wisata yang lokasinya ada di 21,5 kilometer dari pusat Kota Magelang. Berada di kaki Gunung Sumbing dan dekat dengan peguunungan lain, tempat ini bikin kita berasa lagi ada di Negeri di Atas Awan.

Jalan ke sini bener-bener random picking aja gitu, pengen road trip akhir tahun tapi bingung kemana.. lihat-lihat di explore ada foto-fotonya terus tunjuk "eh, ke sini aja yuks!" . Jadilah berangkat Jumat malam dari Malang dengan harapan Sabtu subuh sampai Magelang sudah plus istirahat, dll... nyatanya, sampai Magelang udah kesiangan akibat kebanyakan istirahatnya, hehehe. 

Perjalanan dari Malang ke Temanggung kami tempuh full via tol, keluar di Salatiga, lalu lanjut arah Magelang. Keluar rumah jam 7 malam, nyampai Magelang udah jam 8 pagi. Telaaattt bangett tiap rest area molor dulu, hahaha.  

Lokasi



Nepal Van Java adalah sebuah desa wisata yang terletak di Dusun Butuh, Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Desa ini terletak di ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut (mdpl), persis kayak di awan, udaranya sejuk dan segar.

Iyap, sapa yang taunya Magelang cuman Candi Borobudur aja? Itu pun panas, ya kan? Hahaha. Ngaku, dulu saya kiranya daerah Magelang ini panas semua sampai kalau diajak wisata ke daerah sini udah jiper duluan sama panasnya. 

Waktu tempuh dari Alun-Alun Magelang ke Nepal Van Java sekitar satu jam kurang lebih. Dari jalan raya masuk ke jalan yang medannya kecil, berkelok-kelok, dan nanjak. Bahkan masuk ke Dusun Butuh jalannya makin menyempit dan tidak mulus. Sempat ada peringatan soal medan yang cukup sempit ini, katanya ada jalur lain tapi nggak nemu juga. Trus males nyari-nyari lagi kan, terlebih jalan kecil gini kalau kelewat susah mau muter baliknya. 

Saat jalanan mendekati lokasi dan makin menanjak, pilihan ada di tangan kita. Kalau skill nyetir jago dan mobilnya kuat, GASS lanjut aja naik sendiri. Tapi kalau ragu dan nggak mau berpeluh dingin biar nggak mundur, mending STOP di sini aja.

area parkiran sekitar 1km dari lokasi

Ada tempat perhentian mobil parkir untuk lanjut naik ojek ke atas. Tarif ojek sekitar 35 ribu sekali jalan, tapi bisa ditawar kok. Kemarin saya pakai 3 ojek, kena 150rb pp (lumayan memang, tapi mau gimana lagi daripada mobilnya mundur berabe yekaan…). Dan kita juga bisa minta sekalian diantar jalan-jalan atau minta dijemput di jam sekian. 

Naik ojek terasa lebih seru karena semilir angin dingin plus pemandangan kebun-kebun di kiri kanan menambah keindahan panorama alam Dusun Butuh ini. Jalan yang cukup berbatu plus menanjak nggak memungkinkan buat saya foto-foto, akhirnya cuma video sekelebat aja. Biar mata yang menangkap langsung kenangan ini.

Kenapa Namanya Nepal van Java?

Namanya mungkin terdengar sedikit inferior ya :D 
Kenapa nyama-nyamain sama Nepal siih, dipakai branding pula di tempat wisatanya.

Hmm, karena penasaran akhirnya saya coba baca-baca asal mula penamaan Nepal van Java yang tidak sepenuhnya jelas. Tapi ada beberapa cerita populer yang beredar kenapa namanya Nepal van Java:

1. Kemiripan Lanskap

Alasan terkuat penamaan ini berasal dari kemiripan lanskap Dusun Butuh dengan desa-desa di Nepal. Rumah-rumah penduduk yang dibangun bertingkat dan bertumpuk-tumpuk di lereng gunung, serta pemandangan pegunungan hijau yang subur, mengingatkan orang pada desa-desa di Nepal.

Desa Ghandruk, di Nepal  


Desa Butuh, Temanggung

2. Nama yang Diberi Wisatawan

Cerita lain menyebutkan bahwa julukan Nepal van Java pertama kali disematkan oleh wisatawan yang berkunjung ke Dusun Butuh. Terpesona dengan keindahan dan kemiripannya dengan Nepal, mereka mulai menyebarkan sebutan ini melalui sosial media dan perbincangan antar wisatawan.

3. Tidak Ada Penamaan Resmi

"Nepal van Java" bukanlah nama resmi Dusun Butuh. Nama aslinya tetap Dusun Butuh, Desa Temanggung. Sebutan Nepal van Java lebih pada julukan popular yang diberikan oleh wisatawan dan media.

Hanya aja, julukan ini jadinya dipakai sebagai branding besar-besar di lokasi, tapi ini mungkin dari bank sponsornya sih ya yang bikinin (biar doi bisa nampang juga).

Jadi, walaupun asal muasal penamaan pastinya tidak pasti, alasan utama di balik sebutan Nepal van Java adalah kemiripan lanskap dusun tersebut dengan desa-desa di Nepal. Julukan ini akhirnya berdampak besar dalam mempromosikan Dusun Butuh sebagai destinasi wisata yang unik dan menarik.

Daya Tarik Nepal van Java

Awalnya Nepal Van Java hanyalah sebuah desa biasa yang terletak di lereng Gunung Sumbing. Desa ini dihuni oleh sekitar 400 kepala keluarga dengan mata pencaharian utama berkebun, bertani, dan berternak. Biasa kan sebagaimana penduduk dataran tinggi pada umumnya, ya.

Namun, desa ini mulai populer dan ramai dikunjungi wisatawan setelah adanya program “Desa Wisata” dari Kemenparekraf tahun 2009.

gerbang Nepal van Java

Konsep pengembangan desa wisata adalah menjadikan desa sebagai sebuah destinasi pariwisata. Dengan cara memadukan daya tarik wisata alam dan budaya, dan layanan fasilitas umum pariwisata, serta aksesibilitas yang memadai, dengan tata cara dan tradisi kehidupan masyarakat desa.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan kepada warga dan masyarakat desa bagaimana mengelola sebuah desa wisata.

Hingga akhirnya sekarang Nepal van Java mulai dikenal luas dan ramai menjadi destinasi wisatawan lokal dan mancanegara.

Ngapain Aja di Nepal van Java?

Udara sejuk penting buat keluarga kami yang nggak sanggup lama-lama di tempat panas, hehe. Bikin jalan-jalannya nyaman dan nggak sibuk kebas-kebas baju yang berkeringat.

Masuk Nepal van Java dikenai tarif tiket masuk 10rb/orang. Nggak ada fasilitas apa-apa sih 

Dari awal jalan masuk langsung terdapat beberapa bangunan homestay yang cukup rapi dan (terlihat) nyaman. Bangunannya juga baru dan bersih. Banyak mobil-mobil pada parkir dan keluar masuk orang-orang bawa barang.

Hampir di setiap homestay juga mereka punya rooftop terbuka sebagai view point para pengunjung melihat pemandangan. Keren juga sih konsepnya. Di view point orang-orang buebaass pepotoan ampe jungkir, nunggu sunrise sampe sunset, atau sampai lapar menghadang.


sedikit horor, isn't it?

Makan

Nah, kalau lapar, di sini nggak susah juga cari makan. Masih area depan setelah masuk sudah banyak warung bakso dan warung nasi. Para warga buka warung-warung yang menjajakan camilan maupun makanan berat. 

Di seberang homestay depan, kami masuk ke warung nasi untuk brunch alias breakfast yang kesiangan di jam 10an. 

Menunya ada nasi soto, nasi goreng, dan beberapa minuman hangat dan jus. Pas banget sama yang kita butuhkan karena belum makan sama sekali dari sejak malam di perjalanan.


Harga makanan-minumannya terjangkau banget, aku terharuuu… semua harga terasa wajar malah udah murah bangeeettt. 

4 mangkuk nasi soto hangat, satu piring nasi goreng dan tentunya telur gobal-gabul  khas Jawa Tengah, dan 4 mug teh panas kepul-kepul hadir di meja kami. Porsinya secukupnya, tapi cukup banget buat mengisi perut yang kosong nggak sampai kekenyangan.




Soal rasa juga oke-oke aja, sesuai ekspektasi. Juga karena lapar ya, nggak ada masalah. Yang juara sih teh anget yang hangatnya menjalar sampai ke badan, rasanya syahduuu banget minumnya di tengah-tengah udara yang sejuk.

Jalan-Jalan

Karena udaranya segar, jalan kaki menanjak pun nggak masalah. Topografi lereng Gunung Sumbing menyebabkan nggak ada jalan yang datar di sini. Semuanya berada di kemiringan.

Sebetulnya nggak ada masalah sih meskipun nanjak tapi kan cuacanya dingin dan sejuk jadi nggak akan terlalu berpeluh dan kerasa capek banget. 

Tapi kalau masih terlalu mager juga untuk jalan kaki menanjak, ada ojek yang bisa disewa buat bawa jalan-jalan keliling desa. Yang ini saya nggak tahu tarifnya berapa, tapi berapa pun yang ditawarkan abangnya, coba aja ditawar dulu.




Nikmati seluruh area landscape rumah-rumah warga yang bertingkat, dengan aneka cat warna warni dan gambar-gambar karya warga lokal. Beberapa view point kecil berada di tengah-tengah jalan, bisa duduk-duduk sambil ngopi atau ngobrol di situ.

Kalau memang lebih mager lagi untuk keliling turun naik, nongkrong aja di view point untuk foto-foto, lihat-lihat dan hirup udara segar sebanyak–banyaknya.

Saat saya ke sana, cuaca agak sedikit mendung tapi tidak hujan. Suhu masih relatif aman di bawah 24 derajat celcius. Masih moderat meski nggak terlalu dingin. Sepertinya bakal terasa dingin bangetnya di musim kemarau sekitar bulan Juli-Agustus dibanding akhir tahun.

Masjid Baittutaqwa yang tertutup kabut

Untuk yang perlu Jumatan di Nepal van Java, atau untuk sholat lima waktu. Ada masjid Baittutaqwa yang unik. Masjid ini memiliki arsitektur bertingkat dan berundak mengikuti kontur lereng gunung. Dari sini, kita bisa lihat pemandangan perkebunan ke bawah. Bangunan megah dan berwarna pastel ini juga ikonik buat para wisatawan berkunjung.

Belanja

Belok sedikit ke arah balai dusun, ada warung-warung yang menjual sayuran hasil kebun seperti wortel, buah bit, teh hijau, dan CABE GENDOT!!! Ahaaii.. betul. Cabe gendot memang tumbuh dengan baik di tempat dengan ketinggian seperti ini.


Berapa harganya? Bit sekilo 10 ribu, teh hijau sebungkus 5 ribu, dan cabe gendot 10 ribu. Murah kan buat dapet produk fresh seperti ini? Kebayang-bayang lodeh cabe gendot gak siihh…sedaaapp.

Inginnya beli wortel-wortel segar itu juga, dicekruk mentah-mentah kayak kelinci kayaknya enak. Tapi kami pulang masih dua hari lagi, kuatir layu kalau bawa wortel. 


Mengobrol sebentar dengan masyarakat sekitar sini cukup ramah. Logat Jawanya tidak terlalu sulit dipahami dan mereka mau ditanya-tanyain. 


Sayang banget kita cuma bentar di sana... udah keburu Jumatan juga dan dikejar waktu harus sampai di Ambarawa sebelum sore. Udah pada capek soalnya belum rebahan sama sekali dari perjalanan semalaman sebelumnya. 

Next cerita lagi di Ambarawa....

Next Post Previous Post
11 Comments
  • The Whisperwind
    The Whisperwind 18 Mei 2024 pukul 03.01

    Sebelumnya salam kenal Mba, nami kulo Bayu.. 🤭

    Wahh Dusun Butuh... Udah pernah kesini tapi lamaaa sekali sebelum Covid.. yess pemandangan ini yg spertinya saya sering lihat setiap lagi menatap teras belakang rumah kalau lagi mudik 🤭 pas berhadapan sama Gunung Sumbing.. kadang suka bertanya orang yg tinggal di kaki gunung situ apa nggak kedinginan yaa 🤣

    Secara, Di kampungku aja kalau pagi kadang bisa nyentuh 18 derajat. Gimana sana ya... Nyentuh 13 dercel kayanya... 🥶

    Btw aku baru paham kalau ada nama panggilan lain selain Paris Van Java. Malah baru nggeh kalau dusun butuh ternyata disebut Nepal Van Java 🤣🤣

  • erykaditya
    erykaditya 18 Mei 2024 pukul 09.18

    aku kapan itu juga ke magelang tapi sayang banget gak ke nepal van java ini..udah habis waktunya dan juga gak kepikiran padahal dah bbrp kali pengen kesana juga tp belum kesampaian...
    enak ini klo cuaca dingin2 gini pasti bikin mager minum teh anget sama makan soto emang paling pas ya mbaa jadi anget di badan :)

  • fanny_dcatqueen
    fanny_dcatqueen 18 Mei 2024 pukul 18.49

    Ya allaaaah aku kalo udh Nemu jualan bahan dapur kayak cabe dll, langsung jiwa ibu2 terpanggil. Apalagi murah bangettttt. 10 RB beli cabe dj JKT dapat berapa coba. Apalagi cabe gendot 🤣🤣🤣

    Udh lama tahu tempat ini, dikasih tahu om. Waktu itu dia nyaranin utk mampir kesini pas mudik solo mba.

    Tapi ya itulah, ga sempet2. Malah eksplornya tempat lain..aku msh masukin bucket list ke Nepal Van Java ini. Memang cakep sih. Apalagi sejuk. Tau kaaan aku kalo sejuk begini udh pasti suka😍😍. Kali yg panas baru emoh 🤣

  • Bunda Saladin
    Bunda Saladin 19 Mei 2024 pukul 13.42

    Wahh di sana lebih adem daripada di Mbatu ya? Kalau di Jateng pernahnya ke Semarang, Jepara, Magelang belum pernah. Ternyata ada tempat wisata yang cantik banget di sana.

  • Fajarwalker.com
    Fajarwalker.com 20 Mei 2024 pukul 00.27

    Aish, ini memang bagus dan instagrammable banget sih. Tiap rumah rumah juga semacem di-setting gitu biar secara pewarnaan jadi bagus ketika difoto. Cuma yaa, minusnya lokasi deket gunung macem gini, kalo lagi apes ya ketemu kabut tebal, hahaha.

    Kalo di deket kampungku, ada bukut Terasering Majalengka. Nah, itu situasinya sama juga. Kalo waktu datangnya pas, bakal dapet view yang cakep banget. Tapi kalo lagi apes, sampe sono ga keliatan apa-apa saking tebal kabutnya.

  • Lala
    Lala 20 Mei 2024 pukul 15.42

    Kagum aku sama keindahan Dusun Butuh, asri tenan mana terlihat sangat adem cuacanya. Jadi pengen traveller kesana juga deh, jujurly aku cuma familiar sama Candi aja kalau kesana tuh, ternyata ada Dusun Butuh yang menyuguhkan view Nepal van Java, estetik betul tampilan dusun nya.
    Makanan dan teh hangat cocok banget sama suasan dan sejuk udara disana, dingin-dingin jadi hangat dengan soto dan teh 😍

  • Nia K. Haryanto
    Nia K. Haryanto 20 Mei 2024 pukul 22.09

    Wow seru banget ini main ke Nepal van Java. Aku selalu mupeng lihatnya saat lihat video-video reels tentang tempat ini. Memang menakjubkan ya. Tapi selalu penuh ya kayaknya. Apalagi saat peak season. Semoga kesampaian bisa main ke tempat ini. :D

  • Nia K. Haryanto
    Nia K. Haryanto 20 Mei 2024 pukul 22.09

    Wow seru banget ini main ke Nepal van Java. Aku selalu mupeng lihatnya saat lihat video-video reels tentang tempat ini. Memang menakjubkan ya. Tapi selalu penuh ya kayaknya. Apalagi saat peak season. Semoga kesampaian bisa main ke tempat ini. :D

  • nurul rahma
    nurul rahma 21 Mei 2024 pukul 05.37

    Suegerrrrrrr udah kerasa sejuknya nyampe siniiii
    apalagi sebagai arek Sby, aku butuh spot yg bs ngademin badan, hati dan pikiran.
    Mupeng buat gassss

  • Ainun
    Ainun 21 Mei 2024 pukul 06.38

    Bener bener mirip sama di Nepal sana untuk lanscape-nya, waktu awal-awal viral aku sampe mikir iya ya kok bisa mirip
    terus model bangunannya juga bertingkat karena di dataran tinggi, bener bener sama deh

    waktu itu temenku ngajak kesini, cuman waktunya yang nggak cocok sama aku, jadinyasampe sekarang aku belum kesana mbak
    Seneng liat yang ijo ijo kayak gini, bikin seger mata

    kalau ke dataran tinggi macam ini, ngeliat orang yang jualan di pasar dengan sayuran yang seger-seger, pengen aku borong rasanya

  • lendyagassi
    lendyagassi 21 Mei 2024 pukul 06.47

    Justru awalnya aku pikir foto Desa Ghandruk di Nepal tuh foto yang kedua.
    Hihihi.. soalnya beneran i see no beda sih..

    Hanya pas uda turun dari ojeknya yang mulai terlihat jajaran mobil parkir.
    Asa rame pissann yaa, Rel.. Berarti uda banyak yang tau Nepal van Java.
    Salut dengan program “Desa Wisata” dari Kemenparekraf, 2009.

Add Comment
comment url