Listriana Suherman: Permakultur for Sustainability Living

Masih dalam gelaran Konferensi Ibu Pembaharu, satu materi lagi yang ingin saya tuliskan di sini tentang ketahanan pangan dan kehidupan berkelanjutan. Isu ketahanan pangan selalu menarik buat saya karena berhubungan dengan kelanjutan hidup umat manusia. Saat ini resources scarcity bukanlah mitos belaka maka hendaknya manusia mulai belajar memperbaharui sumber daya-sumber daya yang akan menopang sendiri hidup mereka dan keturunannya. 

Listriana Suherman

Bahasan ini hadir dari seorang permaculturist, yang juga seorang environment designer&consultant, yaitu  Listriana Suherman, atau biasa dipanggil Teh Nana. Beliau mengembangkan permakultur yang merupakan konsep bertani atau bertanam dengan mengikuti alam dan ekosistem. Permakultur merupakan solusi permasalahan di dunia dengan menggunakan pendekatan ekologi, dan tidak terbatas pada bidang pertanian.

Mendirikan Permakultur di Berbagai Kota 

Teh Nana mendirikan Bandung Permakultur yang berlokasi di tengah kompleks perumahan di Cimahi. Konsep yang diterapkan di kebun ini adalah urban permaculture yang dapat diaplikasikan di wilayah perumahan minim lahan. Tempat yang digunakan untuk mengembangkan kebun urban ini mulanya adalah tanah kosong yang gersang dan jadi tempat pembuangan sampah, kemudian Teh Nana mendirikan workshop permakulturnya dari material-material bekas, dengan penyempurnaan tambahan lainnya.  

Perlu 2 tahun lebih untuk mendetoksifikasi lahan bekas sampah menjadi lahan yang siap untuk ditanami. Tujuan kebun ini dibuat awalnya untuk kebutuhan Teh Nana dan keluarga saja, di mana beliau merasakan kerinduan untuk kembali ke alam setelah lelah dengan pekerjaan di kota. 

From garden to table, adalah prinsip wajib permakultur. Semua yang dimasak di pawon berasal dari hasil kebun itu sendiri, bahkan ke rempah-rempah sekalipun diambil dari kebun. Apa yang kita tanam, itu yang kita makan. Kemudian sisa konsumsi akan diolah di biodigester yang kemudian menjadi pupuk untuk tanaman itu kembali. Begitu siklus zero waste permakultur. 

Selain di Pulau Jawa, Teh Nana juga menjadi mentor dalam pendirian Sumbawa Permakultur. Kebun ini hadir untuk menjawab permasalahan mengenai kekurangan akses pendidikan, kekurangan pengetahuan akan nutrisi, dan sampah yang tidak terkendali. Ketiganya diupayakan diselesaikan dengan pendekatan ekologis melalui Anak Alam Learning House, dengan pembelajaran berkurikulum internasional dan nasional, Anak Alam gratis diakses oleh anak-anak, mereka hanya perlu membayar dengan ecobrick, yakni botol plastik bekas yang sudah diisi oleh sisa konsumsi. Dengan ini, dua permasalahan teratasi: soal pendidikan dan sampah yang eksesif.    

Pengalaman Menjadikan Pelajaran 

Memiliki pengalaman sebagai engineer telekomunikasi yang mengharuskannya pergi ke berbagai daerah, membuat Teh Nana melihat perbedaan yang signifikan antara cara bertani di desa yang bertanam di hutan dengan pertanian sub urban yang bertani di ladang. Di situlah konsep permakultur, yaitu bertanam mengikuti alam dengan tidak mengorbankan pohon untuk membuka lahan pertanian. 

Dalam mendidik anak supaya suka makan sayur, Teh Nana juga memakai pendekatan bukan dengan menyuapi sayuran terus menerus tetapi melibatkan anaknya pada kegiatan menanam dan memetik hasilnya, sehingga perlahan-lahan anak akan mencoba menikmati proses dan hasil usahanya tersebut. Ini yang disebut mengintegrasikan proses belajar anak di dalam kegiatan ekologi. 

Apakah Teh Nana hanya mengembangkan kebun sayuran? Tentu tidak. Beliau juga memelihara sejumlah hewan ternak seperti domba dari Garut dan beberapa unggas untuk konsumsi.  

Kunci ketahanan pangan itu proses yang tidak terputus, yakni tidak hanya menanam saja melainkan dengan strategi tertentu. Misalnya dalam lahan sempit, kita tanam pohon buah yang bisa mengcover seluruh kebutuhan nutrisi, contohnya jambu merah yang mengandung vitamin C, A, dan bukan buah musiman. Untuk tanaman sayur, sebaiknya tidak tanaman annual dimana saat panen cabut habis seperti kangkung. Jadi kita fokus pada tanaman perennial yang cukup sekali tanam tapi bisa berkali-kali panen contohnya pohon kelor. 

Mau tahu perbedaan tanaman annual, biennial, dan perennial? 

Teh Nana punya strategi untuk memenuhi kebutuhan gizi, yaitu colorful foods. Merah, kuning/oren, hijau, biru/ungu/hitam, dan warna putih. Masing-masing warna ini punya khasiat dan nutrisi sendiri-sendiri yang akan memenuhi kebutuhan gizi harian kita tanpa harus hitung-hitungan yang njelimet. 

Sebentar, bukan berarti satu jenis warna itu satu menu ya. Tapi katakan saja ada sambal, kita sudah punya pangan warna merah, bawang putih dan kencur (putih), ditambah daun kemangi (hijau). Lalu bisa juga jadi campuran nasi, misal nasi putih pakai kacang merah, ubi ungu, kacang-kacangan, dan lainnya. 

Naahh saya suka banget ini konsep one dish meal, sangat praktis karena sekali masak dan memenuhi kebutuhan gizi...

Bagaimana Memulai Perilaku Sustainability Living? 

1. Pergunakan barang-barang yang memiliki jejak karbon paling kecil. Jika contohnya memakai kayu, ya karena akses mendapatkan kayu mudah, sementara akan berbeda kalau tempatnya di kota. Intinya ambil yang mudah didapat.  

2. Mulai dari apa yang paling kecil bisa kita lakukan. Analisa proses kehidupan keseharian kita, yang paling gampang air, misalkan kita sudah menyalakan wastafel sebelum kita mulai menyikat gigi atau selesai membasuh wajah dengan sabun. Atau yang paling jleb sih listrik, di mana kita chargeran suka masih nyolok padahal nggak dipakai. 

3. Waste management. Belajar reduce-reuse-recycle. Paling gampang mulai dari rumah, yuk coba habiskan makanan apa yang kita masak/beli/jajan. Simpel tapi justru berdampak besar karena tidak menambah sampah atau sisa konsumsi.  

4. Coba tanaman rambat untuk lahan sempit, kombinasikan tanaman annual, biennial, dan perennial. Selain untuk ketahanan pangan, juga untuk menahan sinar matahari. 

5. Mulai dari diri sendiri, nanti anggota keluarga lain akan mengikuti. 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url