Silvermoon, My Romantic Journey (2)

 

Novel Korea Silvermoon

Part 2: SEULAS SENYUM MIRANDA

Sayup-sayup zikir sebelum salat Subuh beralun merdu di langit Bantul. Miranda terbangun dan berjuang untuk mengangkat badan yang beratnya hampir tak seimbang dengan kemampuan tenaganya dari lantai. 

Badan yang berbobot di luar wajar itu lebih nyaman berbaring di lantai karena tekanan panas di tubuhnya berkali lipat dari tubuh normal. Belum lagi, kipas angin menjadi menu wajib tidur malamnya. 

Di luar itu, Miranda susah tidur karena lapisan lemak membuat suhu terasa panas dan tubuh berkeringat. Itu alasan Pevita tidak sekamar dengan Miranda. Pevita jauh lebih kurus, bahkan terbilang kerempeng. Tubuh kurus seperti Pevita lebih sedikit lemak dan sensitif terhadap udara dingin. Terlebih, terhadap angin kipas. 

Sebelum melenggang ke kamar mandi, Miranda membangunkan Pevita di kamar sebelah. Rumah kontrakan yang ditempati sejak Miranda kerja di sebuah resto itu ada tiga kamar. Dua kamar ditempati Miranda dan Pevita. Satu kamar lagi sebagai penyimpanan barang.

“Ta!” Miranda mengetuk pintu sembari mengerahkan suaranya yang serak. 
Satu kali Miranda mengetuk pintu, Pevita belum muncul. Baru tiga kali pintu diketuk seiring memanggil nama Pevita, gagang pintu berbunyi. 

“Tumben bangun duluan.” Pevita menyipit karena masih mengantuk. 

Miranda cengar-cengir. “Kamu sendiri tumben bangun telat?”

“Aku merampungkan naskahku tadi, baru tidur jam tiga.” Pevita menguap lalu kembali melenggang ke ranjang dan menemui bantal lagi.

“Ta!” Miranda duduk di sebelah Pevita yang tampaknya malas bangun.

“Apa, sih, Mir?” tanya Pevita dengan mata merem, kesal.

“Habis subuh, kita joging, yuk!”
 
“Aku ngantuk.”

“Bentar lagi subuh, Ta.”

“Biarin!” 

Bibir Miranda maju setengah senti, kecewa. Dia bangkit, tetapi tak jadi melangkah. Dia teringat sesuatu yang membuatnya kembali duduk. Pagi ini, dia tetap melanjutkan niatnya. Namun, bukan berarti dia pergi tanpa Pevita. Pevitalah satu-satunya sahabat yang selalu ada. Terlebih, dukungan untuk memperbaiki postur tubuhnya yang menjadi ejekan kemarin. 

“Ta!” Miranda menggoyang-goyangkan bahu Pevita yang sudah kembali terlelap.
“Apa, sih, ah!” Pevita membuang tangan.
“Setengah jam lagi, aku bangunin, ya?”
“Hem.”

(Bersambung) 🥰
------------------------------------------
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url