Buang Inner Child dan Maafkan Orang Tuamu

Disclaimer: tulisan ini mungkin terlalu suram, saya sendiri belum tentu ingin membacanya kembali.

Ketika kita membicarakan hubungan dengan orang tua, kita memasuki ranah yang penuh makna dan kompleksitas. Orang tua adalah sosok yang memegang peran penting dalam kehidupan kita. Mereka yang sudah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya buat mengurus, merawat, dan mendidik kita sejak lahir.

Meskipun begitu, seiring perkembangan usia dan munculnya harapan dan pilihan hidup, hubungan anak dengan orang tua juga dapat menjadi sumber konflik dan kekecewaan.

Saya baru sadar bahwa selama ini saya nggak baik-baik aja setelah saya jadi orang tua juga. Saya mempertanyakan bahkan menggugat banyak hal dari orang tua saya. Saya menuntut, tapi juga melepaskan.

Prosesnya tentu nggak mudah. Dari saya yang nggak menyadarinya hingga bisa bercerita lancar seperti sekarang ini tanpa pake nangis-nangis segala. So please jangan dituduh apa-apa yaa. 

Halo, Si Anak ‘Bagian Dalam’

Alias inner child.

Di dalam ranah psikologi, istilah inner child dikenal dengan ACEs atau advisory childhood experiences. Yaitu sekumpulan pengalaman saat masa kanak-kanak yang membentuk kepribadian saat dewasa.

Inner child tidak melulu seperti yang diperbincangkan di media sosial. Selama ini, inner child identik dengan trauma masa lalu yang sering dipahami sebagai sisi negatif atau traumatis dan jadi alasan untuk penolakan terhadap suatu hal. Padahal, inner child aslinya bersifat netral.

Sebagaimana pengertiannya secara psikologi, setiap orang tentulah punya inner child yang sebagian bisa saja indah, dan sebagian lagi bisa saja buruk.

Kebetulan, punya saya tidak begitu menyenangkan. Masa kecil saya suram sedari lahir. Mulai mengalami hal-hal buruk, krisis identitas, low self-esteem, hingga kerap melakukan kesalahan-kesalahan yang terbawa sampai dewasa.

Dan saya pernah ada di fase menyalahkan orang tua atas pengasuhan dan keputusan mereka yang menyebabkan saya tumbuh besar dengan hal-hal sampah itu.

Sapa Inner child, Sapa Emosimu

Dalam proses mematangkan diri, saya makin mengenali apa dan kenapa yang ada di dalam hidup saya. Makin berentetlah daftar hal-hal yang buruk, hal-hal memalukan, hal-hal yang disesali, dan apa-apa yang patut dipertanyakan dalam hidup. Lalu semua itu mengerucut pada sebuah gugatan; KENAPA SIH KALIAN BIKIN HIDUP SAYA BEGINI?

Terlebih ketika saya sedang berefleksi setelah jadi orang tua, saya seperti dibalikkan oleh cermin. Saya dulu begini, jadinya sekarang saya begitu, terus begitu seterusnya hal-hal terekam di kepala hingga membuncah dan saya jadi berani SPEAK UP.

Katakan, Lupakan

Jika saya melihat pakai sudut pandang hari ini, saya mungkin akan menyesali apa yang saya lakukan 10 tahun lalu.

Gugatan saya pada orang tua benar-benar dilancarkan.

Baik secara lugas maupun sindiran, saya mengeluarkan segala pertanyaan, kekecewaan, dan amarah tanpa tedeng aling-aling. Saya tunjukkan dengan jelas, apa saja tindakan mereka yang menurut saya salah hingga tidak berdampak baik pada hidup saya saat ini.

Makin saya belajar jadi orang tua, makin saya mempertanyakan kenapa orang tua saya dulu nggak melakukan hal seperti ini sih??

Kadang saya dapat jawaban memuaskan, kadang juga enggak. Tapi, saya justru sudah nggak peduli apa jawabannya. Emosi saya sudah di-release. Memastikan orang tua saya tahu bahwa saya kecewa. 

Saya justru lega.

Emotional Release, Being The Better You

Fase meledak berapi-api itu mungkin nggak lama. Melalui saluran-saluran emosional ke lingkaran sosial, relasi keluarga, relasi pasangan rumah tangga, saya bisa reda juga.

Di titik reda ini, saya jaaaaauuuuhhh lebih ringan melangkah dan bertindak.

Dalam pusaran waktu yang berjalan, saya belajar untuk melepaskan momen. Mengikhlaskan hal-hal yang terjadi di luar kuasa saya. Mencapai tingkat bisa memahami kompleksitas manusia lain.

Gerundelan saya yang selalu ada saat berhadapan dengan orang tua, keengganan untuk bersapa tulus dan keinginan untuk ‘mengomeli’ mereka tiba-tiba hilang.

Allahu yahdik.

Allah Maha Memberi Hidayah. Mencabut seluruh kesusahan dan kebencian, membasuh luka, dan mencairkan batunya hati.

Ternyata refleksi tak selalu buruk hasilnya.

Memaafkan itu Mengikhlaskan

Saya nggak bisa bilang memaafkan tapi tidak melupakan.
Maunya saya sih melupakan aja ya. Siapa juga yang mau ingat-ingat hal buruk dalam hidup.

Masalahnya kan ingat atau lupa itu nggak bisa dikendalikan. Tentu saja saya nggak akan mau ingat-ingat lagi, tapi apakah artinya saya otomatis lupa? Belum tentu.

Jadi ketimbang berusaha keras untuk melupakan, saya memilih beralih fokus saja. Ikhlas. Nggak perlu dipikirkan lagi kalau begini kalau begitu. Nggak perlu disesali lagi kenapa ini kenapa itu. Singkirkan semua potensi recall itu, termasuk coaching-coaching yang memanggil inner child itu, saya nggak mau ikutan karena belum tentu hasilnya baik di diri saya sendiri. 

Saya memilih menghindari bahas-bahas soal inner child. Dahlah gak perlu dikorek lagi. Jadi nulis ini juga rada tremor nih, kira-kira survive gak sampai kalimat terakhir. 

Memaafkan orang tua di umur dewasa memang bukan hal yang mudah. Tetapi memaafkan adalah langkah awal dalam menciptakan hubungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Saya nggak mau juga bersitegang dengan orang tua seumur hidup. Saya punya anak-anak yang perlu beinteraksi dengan kakek-nenek mereka mumpung dua-duanya masih ada. Saya ingin berbagi momen dalam hidup dengan orang tua.

Satu-satunya jalan ya ikhlas. Just ikhlasin aja. Saya yakin orang tua juga yang paling ikhlas memaafkan anak-anaknya.

Caraku Memaafkan Orang Tua

Sebelumnya, tolong jangan disalahpahami bilang saya anak durhaka, tidak tahu bersyukur atau sombong karena menulis cara memaafkan orang tua dan bukan sebaliknya.

Mohon sudut pandangnya sesuai konteks saja. Saya sedang cerita proses sembuh dari inner child yang buruk, salah satunya dengan memaafkan orang tua. Cara-cara ini, barangkali bisa berguna juga buat orang yang baca. 

Pahami Latar Belakang Mereka

Untuk bisa memaafkan orang tua, pertama kita harus berusaha memahami latar belakang dan pengalaman hidup mereka. Orang tua juga manusia, dan mereka mungkin telah menghadapi tantangan yang kita tidak tahu sebelumnya.

Apakah mereka tumbuh dalam keluarga yang disfungsional? Apakah mereka menghadapi tekanan ekonomi yang berat? Apakah mereka pernah mengalami kehilangan atau trauma? Menggali pemahaman ini dapat membantu kita melihat orang tua sebagai individu yang memiliki kelemahan dan ketidaksempurnaan, sama seperti kita.

Empati 

Penting untuk mengembangkan empati terhadap orang tua. Cobalah untuk melihat dunia dari sudut pandang mereka. Bagaimana pengalaman hidup mereka memengaruhi keputusan dan tindakan yang mereka ambil? Terkadang, orang tua melakukan kesalahan karena kurangnya pemahaman atau alasan tertentu.

Sama halnya saya merasa sudah mencoba yang terbaik bagi anak-anak saya, mungkin orang tua saya dulu juga gitu. Keputusan yang diambil adalah yang terbaik di masa itu.

Dengan empati, kita bisa lebih baik memahami mengapa mereka bertindak seperti itu meskipun tidak selalu benar atau relevan di masa sekarang.

Berbicara Terbuka

Komunikasi adalah kunci dalam memaafkan orang tua. Terkadang, ketidaksetujuan dan kekecewaan muncul karena ketidakpahaman.

Cara saya membuka komunikasi dengan orang tua mungkin kurang baik. Tapi karena buruknya komunikasi kami sudah terlalu banyak PR nya, ya mau nggak mau dipaksain aja.

Jangan takut untuk berbicara tentang perasaan kita, lakukan dengan hormat dan tanpa menghakimi. Terbuka untuk mendengarkan argumentasi mereka juga hal yang penting dalam seni memaafkan ini.

Evaluasi dan Validasi Perasaan Sendiri

Sebelum kita dapat memaafkan, penting untuk mengidentifikasi dan memproses perasaan terlebih dahulu. Apa yang kita rasakan? Marah, terluka, atau kecewa?

Menyadari perasaan ini adalah langkah awal untuk menyampaikan pada mereka. Ini mungkin butuh waktu panjang dan bukan nggak mungkin menimbulkan resistensi. Wajar. Sabar-sabar aja.

Memahami Arti Maaf

Penting untuk memahami bahwa memaafkan bukan berarti mengesampingkan perasaan atau meremehkan tindakan yang menyakitkan dari orang tua.

Memaafkan adalah proses mengizinkan diri sendiri untuk melepaskan perasaan negatif dan menjaga hubungan dengan orang tua. Ini adalah tindakan menghargai hubungan keluarga, bukan tindakan melegalkan tindakan yang salah.

Hargai Waktu Bersama

Terlepas dari perbedaan dan konflik yang pernah ada, try to cherish the moment together. Posisi saya yang merantau jauh dari orang tua, malah justru menguntungkan proses merekatkan hubungan anak-orang tua berjalan lancar.

Setiap ketemu nggak ada lagi tuh ngambek-ngambekan atau ngebatin. 

Ada cucu-cucu yang jadi media pengikat hubungan antara saya dan orang tua. Ada saudara kandung yang jadi pembuka jalan yang beku. Ada menantu yang juga terlibat emotionally dalam proses penyembuhan inner child saya.

Pada akhirnya, memaafkan orang tua adalah hal yang cukup complicated dan membutuhkan usaha yang kuat. Ini melibatkan pemahaman, empati, komunikasi, dan komitmen untuk membentuk dan menjaga hubungan keluarga yang sehat. Nggak ada yang terlambat dan sia-sia.

Seiring saya bertumbuh jadi orang tua untuk keempat anak saya, rasa hormat saya pada orang tua subur berkembang. Saya harap, anak-anak saya juga kelak akan bisa memaafkan kekurangan dan ketidaktahuan orang tuanya.

Semoga berbuah kemuliaan untuk kedua orang tua kita. Aamiin.

Next Post Previous Post
5 Comments
  • Bunda Saladin
    Bunda Saladin 25 Oktober 2023 pukul 05.14

    Peluk duluuu. teh Rell sulung kah?
    U know. My mom is a counselor at univ. But...but

    Skrg daku belajar memahami semuanya.

    • Rella Sha
      Rella Sha 25 Oktober 2023 pukul 11.17

      Iya sulung mbak, dari orang tua yang sulung juga, hehe.

  • Anonim
    Anonim 25 Oktober 2023 pukul 11.48

    Terima kasih telah menulis ini Kak Rel. Reminder buat diri sendiri, kadang kita tahu teori tapi belum tentu mau melakukan serangkaian proses berdamai di atas.

  • Dee_Arif
    Dee_Arif 25 Oktober 2023 pukul 14.19

    Peluk jauh
    Aku belum ada ditahap ini mbak
    Masih belum ikhlas memaafkan
    Malah memilih membatasi interaksi
    Huhu, semoga aku bisa ditahap ini ya
    Ikhlas memafkan orang tuaku, apalagi tinggal satu

  • Wahyuindah
    Wahyuindah 25 Oktober 2023 pukul 18.34

    Ini yang berusaha aku lakukan mbak. Memahami latar belakang orang tua. Tapi bukan orang tuaku, melainkan mertua. Kalau orang tuaku alhamdulillah memberikan masa kecil yang indah. Semoga kita bisa memaafkan orang tua tanpa meninggalkan bekas luka ya mbak

Add Comment
comment url