Yang Aku Benci....

Ini bukan cerita yang aku benci... melainkan cerita suami. 

Suami saya punya satu keunikan yang justru mungkin menggelikan bagi orang lain. Dia tidak suka makan mentimun.

Tahu kan, mentimun? Buah dari tumbuhan sayur dari suku labu-labuan. Bentuknya memanjang seperti torpedo, berwarna hijau saat muda, lalu semakin matang warnanya memucat dengan larik-larik putih kekuningan.


Lho, mentimun kan enak, seger?
Iya, betul bahwa mentimun adalah salah satu buah yang kaya nutrisi. Ia tidak mengandung lemak, memiliki sedikit kalori, dan kaya air yang bisa menutrisi kulit dan tubuh dengan baik. Mentimun sangat cocok dimakan sebagai kudapan sehat, campuran salad, atau seperti orang Indonesia biasanya, dimakan sebagai lalap dengan sambal.

Lalu kenapa suami saya sangat tidak menyukai mentimun?

Menurut dia, mentimun itu sama sekali nggak enak, hambar, dan baunya membuat pusing. Entah ada trauma apa yang pernah dialami suami saya dengan mentimun, tapi dia benar-benar nggak bisa makan sesuatu yang ada mentimunnya walaupun sedikit.

Bayangkan, kami sedang pesan nasi goreng di warung, yang mana biasanya mentimun hadir sebagai pelengkapnya. Mentimun bisa dihidangkan di atas piring sebagai garnish, bisa juga disertakan dalam wadah lain sebagai acar.

Jika ketahuan suami saya ada mentimun yang luput hadir di atas sajian, dia akan meminta sang pelayan untuk mengganti piringnya atau menyisihkan bagian nasi yang sempat bersentuhan dengan mentimun tadi. Nggak tanggung-tanggung, hampir separuh piring nasi akan dia sisihkan. Tentu saja piring saya atau piring anak-anak yang jadi tempat mendarat nasi malang tersebut.

Begitu juga saat memesan rujak, asinan, salad sayur, atau masakan tahu telur, suami saya akan request tidak pakai mentimun. Saya yakin tidak jarang hal ini menyulitkan si pedagang karena sudah terbiasa menyajikan mentimun di dalam masakannya.

Hal yang sama juga terjadi untuk sisipan mentimun di dalam burger, suami saya akan menyisihkannya di kertas pembungkus. Meskipun sebenarnya dia juga tahu, yang ada di dalam burger itu bukan mentimun, tapi kyuuri, terung Jepang.

Dulu saya sering dongkol dengan selera suami saya yang satu ini. Saya jadi tidak leluasa makan rujak atau sajian lainnya yang menghadirkan mentimun di dalamnya. Saya juga jadi nggak bisa menghias piring nasi goreng dengan garnish cantik atau menghidangkan lalap mentimun dengan sambal bawang.

Namun lama-lama saya terbiasa juga. Saya tetap membeli mentimun dan memakannya bersama hidangan lain di meja makan. Anak-anak juga saya kenalkan dan memberi tahu cara menikmati mentimun seperti biasanya. 

Meskipun begitu, suami saya juga membiarkan saya dan anak-anak mengonsumsi mentimun, baik saat makan bersama atau tidak. Bagi kami akhirnya, ini hanyalah preferensi makanan saja, seperti halnya saya yang tidak menyukai durian dan aromanya, sementara suami saya menyukainya.
Next Post Previous Post
1 Comments
  • lendyagassi
    lendyagassi 11 Mei 2022 pukul 00.15

    Aah...ini alasanmu gak mau aku ajakin ke Belah Doeren..
    Hihii..monmaap, aku gak tau, bebh kalo dirimu tak suka durian.

Add Comment
comment url