Love Enough for Two

"We know we did a good job loving our children when
each one feels he or she is the one we loved best."

- Unknown


Berderaian air mata baca artikelnya Pam Leo ini, gileeee....gue bangeeeetttt!!!! nget! nget!! 
Ya mungkin bukan cuma gue, tapi jutaan orangtua yang lagi ada di masa transisi dari punya satu anak jadi dua anak.

Many parents say they remember worrying about whether they could ever love the second baby as much as they loved their first child. Then, when the second baby was born, they loved the new baby so much they worried that they were betraying their first child.

Ini iya banget deh, having several convos with peer group, waktu masih punya anak satu, rata-rata pada belum siap punya anak lagi karena takut gak bisa sesayang ke anak pertama. Felt the same way, sure. Then BANG! lahir anak kedua, sayang, terus dibuntutin rasa bersalah ke anak pertama. Thus it's very berry challenging, ya ini baru tiga bulan ngejalaninnya tapi udah banyaaakkk banget pelajaran hidup yang didapet. 

The most stressful part of caring for two is when only one parent is there and both children need you at the same time. When they are very close in age they may both need the same thing at the same time.

Seperti yang saya tulis di postingan sebelumnya, i feel more competent today about caring the baby, no babyblues at all. Tapi, ngurus kebutuhan dua anak, hmmm....jungkir balik rasanya. Dua tangan ini harus mampu menuhin kebutuhan dua belahan jiwa, all at once. Sayangnya, kita gak punya pilihan, harus bisa mikir cepet yang mana lebih urgent untuk duluan dilakukan, tapi harus dua-duanya dilakukan. 

Bangun tidur barengan, yang satu harus disusuin, yang satu harus buru-buru dikasih sarapan biar ga rewel karena lapar. Solusinya, siapin sarapan sambil nyusuin bayi di gendongan, atau bangun lebih awal buat bikin preparation dish. 

Nangis berjamaah? oke, saya dahulukan kakak, alesannya kakak udah bisa nangis lebay agar kebutuhannya diperhatikan or -at worst- leads to tantrum, tidaaakk. Sedangkan adik kadang nangis bentar, mimpi atau digigit nyamuk gak lama trus tidur sendiri.   

"Sleeps when your baby sleeps" surprisingly works on me, on certain times.

Children under three usually have the hardest time sharing their parents with the new baby. Many young children tell their parents they want them to send the baby back. Under threes are still very focused on their parents and still need a lot of attention. When very young children can't get what they need, right when they need it, they get very frustrated and some may express that frustration by trying to hurt the baby. 

Kalimat pertama bener, tapi selanjutnya Alhamdulillaaaahhh, sujud syukur enggak terjadi sama sekali. Kisah-kisah tentang sibling rivalry mengerikan yang sering saya denger, gak ada ceritanya antara Arraf-Ali. Mungkin karena Arraf belum bisa ngutarain perasaannya, sampe sekarang aja masih ngira 'dede bayi' itu masih di dalem perut ibu (nangiiisss, artinya perut gw masih kaya hamil), tapi ternyata hal tsb gak cuma terjadi di anak pertama seusia Arraf tapi hampir semua anak pertama yang baru punya adik, either he's 3, 4 or 5. Or even it's 15, when i was having my sister.... -__-"

Yah hal-hal mengkhawatirkan emang terjadi diawal, kaya elus-elus kepala bayi trus dicolok, bantal yang lagi ditidurin tiba-tiba ditarik, selimut lagi dipake diambil, nidurin tempat tidur bayi, bayi lagi tidur digangguin, digoyang-goyang boxnya, ribut kalo bayi nenen pengen ikut nenen endeswey endebrey tapi menurut saya semua masih bisa terkendali. Kendalinya ya bisa dengan pengertian atau sedikit marah-marah, just to show that he did wrong to his brother.

Nggak lama kok, bulan kedua keadaan aman-aman aja. Soal nen, berhubung pas adiknya lahir Arraf udah 21m, maka udah bisa dimulai proses sugesti weaningnya. Saya sering bilang kalo dede bayi masih kecil, belum bisa mamam makanya harus nenen sedangkan Arraf udah bisa mamam, main, trus bentar lagi sekolah jadi kalo mau sekolah udah gak nen. Sekarang Arraf udah bisa cuek kalo ibunya gendong Ali atau ngeliat biasa aja pas nenenin.

Arraf juga sering minta gendong bayi yang tentu saja saya kasih Ali di pangkuannya trus dicium-cium, diusap kepalanya sambil bilang "dede sayang..." tapi dengan upah kepalanya sendiri harus diusap sama ibu sambil bilang "kaka sayang...". Trus sebisa mungkin saya libatin taking care adiknya semisal ambilin popok atau telonnya, dimana habis minyakin adiknya trus minyakin dia juga (padahal udah). Ya intinya sih kami ngerti banget kalo dia takut lose attach sama orangtuanya dan kami pastikan hal itu gak akan terjadi. He's still number 1, along with his bro. (It is important to let the child know we understand how hard it is to wait when the baby needs attention and then give the child some love and attention as soon as possible.)

*bentar ya....ngelap air mata dulu*

The most important thing parents can do to make life smoother with the second baby is to take great care to make sure the first child's needs are still being well met.

We're trying our best up to present. Mumpung Ali juga masih kecil, banyak tidur, gampang dibuat tenang, masih ada waktu buat menciptakan kondisi saling pengertian antara kita berempat. Saya juga pelan-pelan harus menghilangkan rasa bersalah, jaga kondisi agar tetap waras sehingga bisa menghasilkan anak-anak yang baik. Kalo ayahnya pulang kerja udah pasti Arraf lepas dari saya nemplok ayahnya, begitupun weekend kita cari kegiatan yang melibatkan semuanya misal jalan-jalan atau berenang, meskipun yang berenang cuma Arraf dan ayah.

Wearing the baby in a sling is a great way to meet the needs of the baby and the older child. When the baby is in the sling, the baby's need for touch and movement is being met and you have both hands free to do more with the older child. Seeing the baby being carried may trigger a very young sibling's need to be carried, especially if they were not carried a lot as a baby. 

Iyaaa, ini banget lah. Sore hari, Arraf butuh main ke luar buat sosialisasi dan penyaluran energi, Ali masih melek gak mau ditaruh. Solusinya, bawa dua-duanya keluar...agak sulit pas ngejar Arraf yang menggelinding dengan bayi di gendongan, tapi tetangga-tetangga sini baik hati mau di outsource-kan mata saya buat mantau Arraf lari kemana. Awalnya Arraf juga suka minta digendong tapi lama-lama juga dia lebih suka main sendiri daripada digendong berdua.

The more resources parents have the better they are able to recognize, accept and appreciate each child's unique temperament and personality. Siblings can be (and often are) very different from each other. Just because they have the same parents doesn't mean they need the same kind of parenting.

Jadi memang kesalahan banget kalo saya selalu membandingkan Ali sama kakaknya waktu dulu. Waktu 2 bulan Arraf udah bisa anu, Ali kok belum atau sebaliknya -- ini gak adil. Statement di atas perlu banget banget saya ingat selamanya, biarpun jaraknya cuma 21m, biarpun mukanya mirip dan dibesarkan dalam satu masa, they're just different each other. Noted.
Next Post Previous Post
4 Comments
  • LiaKirana
    LiaKirana 21 Desember 2012 pukul 11.15

    ikihs... bagus banget.. reminder kalo nanti ada adiknya liffa T_T

  • deva (sabri familie)
    deva (sabri familie) 22 Desember 2012 pukul 06.46

    aahh iyaa... disinipun masih sering banding2in anak 1 & 2 hikkss...

  • bunda riyang (bundakimiakhtar)
    bunda riyang (bundakimiakhtar) 12 Januari 2013 pukul 16.08

    iyaa.. mba bener bnget tuh. Kadang tanpa bermaksud apa-apa or spontan aja gitu..misal bilang gini..aduh adik kok begini sih..beda ama kakak yang bla..bla...(*hiks..pengalaman pribadi).Kebetulan sekali 2 anak laki2 yg usianya beda lumayan jauh hampir 7 th, punya sifat dan karakter yang bertolak belakang banget..

  • Anonim
    Anonim 7 Maret 2013 pukul 14.34

    nice share mba...menjawab kegalauan hati kmrn2 kepikiran kalo punya anak lagi gimana,masih pengen manjain si anak n tkt msh kurang kasih sayang...makasih ya..salam kenal..:)

Add Comment
comment url